REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan pertama kalinya Anis Ibrahim melakukan salat lima waktu saat dalam perjalanan. Namun, ini kali pertama ia salat di ruang kecil dalam kereta Rusia yang berjalan.
Dilansir di The Star Online, kereta itu dalam perjalanan dari St Petersburg sebagai bagian dari perjalanan daratnya dari Rusia ke Kuala Lumpur pada 2012. Ibrahim mengingat, seorang turis mengambil videonya saat salat di sebuah asrama di Selandia Baru.
"Kurasa ini pertama kalinya dia melihat seorang Muslim berdoa," kata Ibrahim.
Sebagai seorang musafir berpengalaman, Ibrahim yang berusia 40an tahun, mahir menggabungkan kewajiban Muslimnya dengan perjalanan. Dia mematuhi ketentuan agama tentang makanan halal, salat setiap hari, dan puasa. Apakah berada dalam perjalanan kereta api atah perjalanan panjang lainnya, seperti delapan hari di Jalan Highland Barat sepanjang 150 km di Skotlandia pada 2016.
"Bagi saya, perjalanan adalah cara untuk menghargai hidup dan itu telah membuat saya lebih dekat kepada Tuhan," ujar Ibrahim.
Jumlah pelancong Muslim seperti Ibrahim berkembang pesat, menghadirkan ceruk baru untuk usaha kecil yang bermunculan memenuhi kebutuhan mereka. Mulai dari tur Muslim hingga aplikasi halal dan panduan portal. Aplikasi dan portal itu, sebagian besar didirikan oleh para pengusaha muda yang cerdas teknologi dan paham ihwal perjalanan.
Sebuah survei kelompok peneliti J. Walter Thompson Intelligence pada Oktober mencatat, pasar konsumen Muslim global yang diperkirakan bernilai 1,9 triliun dolar AS (7,4 triliun ringgit Malaysia), telah menjadi subyek peningkatan fokus selama beberapa tahun terakhir.
Dilaporkan survei bertajuk Muslimah Baru: Fokus Asia Tenggara, mendapati Muslimah muda mereka semakin kosmopolitan dalam pandangannya. Pun wanita muda Muslim lebih religius daripada orang tuanya. Padahan, wanita muda dan orang tua Muslim lebih Islami dan global pada saat bersamaan.
Sekitar sepertiga dari wanita berusia 18 sampai 39 tahun, yang disurvei di Malaysia dan Indonesia mengatakan, mereka bepergian ke luar negeri setiap tahun. Lebih dari 70 persen wisatawan itu memilih tujuannya, berdasarkan ketersediaan makanan halal dan akomodasi.
Sementara penelitian difokuskan pada wanita Muslim, hal yang sama berlaku untuk pria Muslim di Asia Tenggara.
Situs Halal Navi yang berbasis di Malaysia dan situs yang berbasis di Singapura Have Halal Will Travel mengoperasikan aplikasi pesan pintar dan buku panduan digital untuk pelancong Muslim. Keduanya diciptakan dan dijalankan oleh orang-orang Muslim yang berusia di bawah 30 tahun. Mereka adalah orang-orang yang pernah merasa kesulitan menavigasikan jalan dan iman pada saat bersamaan.
Keduanya mengisi celah informasi restoran halal, tempat untuk salat, akomodasi ramah Muslim, dan toko barang halal dengan cara yang ringan dan menyenangkan.
Halal Navi diluncurkan insinyur IT Malaysia Rafiq Rahim. Awalnya, Rafiq sangat bergantung pada tips dari teman-teman ihwal bagaimana mendapat makanan halal saat belajar dan bekerja di Tokyo.
"Sangat sulit saat kami pergi ke tempat-tempat seperti Hokkaido, tempat kami tidak mengenal siapa pun," kata Aida Nur Ariza, kolega Rafiq di Tokyo dan sekarang menjadi manajer proyek Halal Navi.
Rafiq menyarankan kepada atasannya di Jepang, sebuah aplikasi ponsel pintar yang disiapkan bagi umat Islam di Jepang berbagi tips. Sehingga, informasi itu menciptakan panduan bersumber orang yang mengunjungi Jepang.
Aplikasi ini diluncurkan pada 2014 dan setahun kemudian, tim tersebut pindah ke Kuala Lumpur. Dijalankan oleh orang Malaysia, tetapi masih didanai oleh beberapa investor Jepang.
"Halal Navi adalah layanan berbasis komunitas, seperti mendapatkan tip dari teman," ujar Aida.
Restoran-restoran yang terdaftar di aplikasi, sudah tersertifikasi halal, bebas daging babi atau vegetarian, dan pengguna juga dapat memberikan informasi apakah mereka menyajikan hidangan alkohol atau non-halal.
Untuk masuk dalam aplikasi itu, sebuah restoran, setidaknya harus menyajikan beberapa hidangan tanpa daging atau hidangan makanan laut yang dimasak tanpa alkohol.
Listing diverifikasi pengguna. Setiap daftar akan menunjukkan verifikasi tentang statusnya dan pengguna membuat keputusan sendiri mengenai apakah akan makan di sana atau tidak.
Aida mengatakan berbagai jenis restoran terdaftar sebagai orang yang memiliki standar agama yang berbeda. Saat ini, ada sekitar 800 daftar restoran di Jepang, bersama dengan pedagang halal, dan ruang sholat.
Sementara fokusnya masih di Jepang, pengguna juga mulai memberikan tip tentang restoran halal di negara lain seperti Korea Selatan, Thailand, dan Jerman.
Lebih dari 80 ribu pengguna telah mendaftar untuk menggunakan aplikasi ini, dan juga memiliki 95 ribu pengikut Facebook dan lebih dari dua juta tampilan per bulan.
Halal Navi sekarang bekerja sama dengan badan-badan pariwisata di Jepang untuk membuat konten promosi yang menarik perhatian para remaja yang teknologis. "Potensi bisnis sangat besar karena lebih banyak negara ingin menyambut wisatawan Muslim, tidak hanya Jepang," kata Aida.
Salah satu pendiri Halal Will Travel, Mikhail Goh (28) mengatakan aplikasi itu juga disambut dengan respon antusias, dengan jangkauan 8,5 juta sebulan. Sebagian besar berasal dari Malaysia, Indonesia, dan Singapura.
Gagasan untuk panduan halal dicetuskan setelah para pendirinya merasa sulit menemukan makanan halal di Korea Selatan saat mengikuti program pertukaran pelajar pada 2014.
Have Halal Will Travel dijalankan oleh Goh dan istrinya, Tengku Suzana Tengku Abdul Kadir (27), serta teman non-Muslim Elaine Tee (27).
Dimulai pada 2015, sekarang mencakup empat negara, memberikan informasi mengenai restoran halal, tempat salat, akomodasi ramah Muslim, dan tips tujuan lainnya. Lebih dari 1.000 restoran terdaftar, mulai dari memiliki sertifikasi halal, kepunyaan pemilik Muslim, hingga vegetarian. Situs ini tidak mencantumkan daftar makanan yang disajikan dengan babi.
"Kami memberikan informasi agar orang bisa membuat pilihan yang tepat, tapi kami tidak memaksakan pilihan kami," ujar Goh.
Have Halal Will Travel juga menciptakan konten untuk beberapa dewan pariwisata dan perusahaan seperti AirAsia dalam mempromosikan perjalanan ke umat Islam.
Agen perjalanan tradisional juga mulai menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, yakni melalui pendirian tur Muslim. Perjalanan tur itu dikombinasikan dengan kebutuhan religius dan kepentingan budaya.
Salah satu staf divisi perjalanan Sedunia Travel, Hasleeza Hamid mengatakan layanan itu didirikan pada 2016 karena permintaan dari klien Muslim yang didominasi Malaysia.
Wisata Muslim identik dengan tur reguler, tetapi dengan makanan bersertifikasi halal dan waktu salat. Pemandangan budaya Islam juga sering disertakan untuk memungkinkan pengunjung melihat bagaimana Islam dipraktekkan di luar negeri.
"Kami telah menjalankan tur untuk pasar Muslim Malaysia sejak 1976, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, banyak yang memilih makan dengan sertifikasi halal yang dinyatakan dalam makanan hitam dan putih, bukan hanya makanan bebas daging babi," tutur Hamid.
Tur ini sekarang menyediakan 20 persen sampai 30 persen bisnis Sedunia Travel dan sangat populer di kalangan keluarga yang bepergian dalam kelompok besar atau dengan anak kecil.
Lebih jauh lagi, para investor telah meluncurkan resor dan retret halal mewah, serta rumah liburan Muslim.
Menurut Laporan Ekonomi Negara Islam Global 2017/18, diproduksi oleh Thomson Reuters, umat Islam di seluruh dunia menghabiskan 169 miliar dolar AS (658,3 miliar ringgit Malaysia) untuk bepergian pada 2016, tidak termasuk ziarah ke Makkah, dan angka ini terus bertambah.
Dalam perjalanan Muslim, kebutuhan makanan dan ibadah pada umumnya, dinilai sebagai yang terpenting.
Ibrahim yang telah melakukan perjalanan selama dua dekade, tidak mengabaikan praktik agamanya, tetapi tetap fleksibel dan mudah beradaptasi. Ketika sampai pada makanan, pengalaman mengatakan kepadanya restoran halal sering ditemukan di dekat sebuah masjid, tetapi jika dia tidak dapat menemukannya, dia memilih makanan vegetarian atau makanan laut. Bila semua pilihan habis, selalu ada mie instan.
Bisnis baru ini yakin pasar akan tumbuh.
"Permintaan selalu ada dan layanan baru seperti Have Halal Will Travel juga bertindak sebagai katalis untuk menumbuhkan pasar," kata Goh.
Mempromosikan perjalanan telah menjadi misi tim Have Halal Will Travel. Dia menambahkan, makanan adalah cara yang bagus bagi orang untuk berkumpul. Goh menjembatani hal itu dengan memberi tahu orang-orang di mana menemukan pilihan halal untuk makanan lokal. Sehingga mereka bisa bepergian dan makan bersama, Muslim dan non-Muslim. Perjalanan bisa menjadi kekuatan untuk perdamaian.