Ahad 11 Mar 2018 20:33 WIB

Konferensi Ulama tak Berarti Tanpa Kehadiran Taliban

Indonesia sebagai mediator harus bisa menjangkau kelompok Taliban.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Agus Yulianto
kelompok taliban (Ilustrasi)
Foto: ap
kelompok taliban (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia siap untuk menjadi tuan rumah untuk konferensi ulama yang akan dihadiri oleh sejumlah ulama dari tiga negara yaitu Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan. Namun, Taliban menolak untuk menghadiri konferensi tersebut.

Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah Islam Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan, konferensi itu tidak terlalu berarti jika tanpa kehadiran pihak Taliban. Karena, menurutnya, Taliban sebagai kekuatan pemberontak yang terlibat dalam konflik di Afghanistan. Sedangkan untuk mencapai solusi dalam sebuah konflik harus dihadirkan semua pihak yang bersangkutan.

"Sikap Taliban sangat disayangkan, artinya ini menutup pintu negosiasi dan penyelesaian konflik ke depan yang diinisiasi Indonesia. Karena jika yang hadir hanya ulama dari pemerintah saja, ini sama saja tidak akan ada penyelesaian," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (11/3).

Baca Juga: Prof Didin: Bersyukur, Indonesia Tuan Rumah KTT Ulama Dunia

Yon mengingatkan, perlunya kehadiran semua ulama dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di Afghanistan, termasuk Taliban dan kelompok etnis yang lain yang mendukung Taliban. Jika tidak, maka konferensi itu tidak akan banyak berdampak untuk perdamaian ke depannya. Karena kuncinya adalah bagaimana mendudukkan semua pihak yang terlibat dalam pertikaian tersebut.

Yon menengarai ada perbedaan persepsi dari Taliban. Kelompok Taliban menganggap ulama-ulama dan pemerintah Afghanistan lebih banyak dipengaruhi oleh Amerika Serikat (AS), sedangkan Taliban tidak menginginkan itu. Sehingga Indonesia sebagai mediator harus bisa menjangkau kelompok Taliban untuk meyakinkan mereka bahwa Indonesia sebagai pihak netral yang siap menjadi penengah dalam konflik saudara tersebut.

Yon menyarankan agar pemerintah memanfaatkan orang-orang Indonesia yang memiliki hubungan khusus dengan Taliban. Banyak orang-orang yang dulunya menjadi mujahidin dari Indonesia di Afghanistan, yang tentunya beririsan dengan kelompok Taliban. Sehingga, kata Yon, mereka bisa menjadi utusan Indonesia untuk berkomunikasi langsung dengan kelompok pemberontak tersebut. Diyakini tanpa adanya komunikasi dengan Taliban, maka sulit untuk mencapai perdamaian tersebut.

Selain itu, Pakistan juga tidak boleh ketinggalan dalam konferensi ulama tersebut. Karena menurutnya Pakistan dianggap sebagai pendukung Taliban. Indonesia harus bisa berkomunikasi dengan Pakistan jika ingin upaya perdamaian Afghanistan itu berjalan lancar. "Kalau tidak ada sinyal positif dari Pakistan, saya kira ini tidak akan membawa dampak besar bagi masa depan Afghanistan," ujarnya.

Rakyat Afghanistan perlu menyadari komitmen Indonesia untuk menciptakan perdamaian di negara tersebut. Dengan sikap Indonesia yang ingin mengikutsertakan kelompok Taliban dalam konferensi tersebut menandakan bahwa Indonesia mengakui Taliban sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam konflik tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement