REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 95 persen penduduk Senegal merupakan Muslimin. Di negeri Afrika barat bekas jajahan Prancis itu, ada banyak bangunan besar yang menandakan pencapaian seni lanskap Islam. Salah satunya adalah Grande Mosqu?e de Dakar (Masjid Agung Dakar). Lokasinya terletak di jantung ibu kota Senegal.
Pembangunan Masjid Agung Dakar berlangsung berkat kerja sama pemerintah setempat dengan Kerajaan Maroko. Tim arsiteknya berisi para ahli dari Prancis dan Maroko. Sejak 1964, tempat ibadah itu telah dibuka untuk umum. Rancang bangunnya mirip dengan Monumen Sultan Muhammad V, yang berdiri di Kasablanka, Maroko.
Salah satu elemen Masjid Agung Dakar yang menandakan arsitektur tradisional Maroko adalah menara setinggi 67 meter. Bentuknya cukup besar, mirip kubu sebuah benteng yang terdiri atas delapan lantai. Permukaan dinding luarnya menampilkan corak geometris yang menyerupai anyaman simetris nan indah. Bagian paling atas pada menara ini berukuran lebih kecil. Pada puncaknya, terdapat kubah setengah lingkaran berwarna biru tua.
Bangunan Masjid Agung Dakar didominasi warna putih. Pada pintu-pintu masuknya, pengunjung dapat melihat guratan pola-pola yang meniru bentuk tanaman meram bat. Setiap pintu terbuat dari marmer yang berwarna hijau tua. Wujudnya menyerupai lembaran daun. Di sekeliling setiap pintu, kaligrafi ayat-ayat suci Alquran menjadi penghias.
Bagian atap Masjid Agung Dakar tam pak meniru gaya arsitektur Moor yang pada umumnya dapat ditemui di Spanyol (An dalusia) dan Afrika utara. Keseluruhan atap mas jid ini terdapat di atas setiap sisi tembok yang mengelilingi ruangan utama tempat para jamaah melaksanakan shalat. Warna hijau tua yang melapisinya tampak serasi dengan warna dinding yang putih.
Ada dua lapangan besar yang terdapat di tengah bangun an utama Mas jid Agung Dakar. Di tengah-tengahnya, terpasang sebuah kolam air mancur yang berukuran sedang. Lanskap lapangan ini berlantaikan marmer. Tampaknya, ini membuat masjid tersebut mirip dengan mausoleum Raja Muhammad V di Maoroko.
Bila jumlah pengunjung di ruangan utama telah melampaui batas, maka dua area lapangan di masjid ini difung sikan sebagai tempat shalat. Keadaan ini jamaknya terjadi ketika hari-hari besar Islam atau setiap shalat Jumat berjamaah.
Pada 1974 atau sekira satu dekade setelah resmi dibangun, Masjid Agung Dakar memiliki lembaga pendidikan tinggi, Institut Islam Dakar (Institut islamique de Dakar). In stitut ini cukup populer di Afrika barat bahkan sampai saat ini sebagai salah satu pusat keilmuan Islam. Murid-muridnya berasal baik dari Senegal, luar negeri, maupun luar Benua Hitam.
Pengelolaannya berada langsung di bawah menteri pendidikan Senegal. Sejak Oktober 2004, masjid ini juga memperbaiki perpustakaan yang dimilikinya agar berkapasitas lebih besar serta diganti namanya menjadi Naef Ben Abdul Aziz al-Saud Library.
Masjid Agung Dakar telah menjadi salah satu destinasi wisata menarik bagi para pelancong yang berkunjung ke Senegal. Letaknya sangat strategis di dekat Kompleks Allee Pape Gueye Fall, ibu kota negara tersebut. Masyarakat Dakar pun mengang gap masjid ini sebagai simbol kebanggaan mereka.
Di sekitar luar Masjid Agung Dakar, peng unjung dapat membeli pelbagai jajanan tradisional di pasar setempat. Bagi pelancong yang gemar berwisata kuliner, tempat ini adalah lokasi yang tepat untuk merasakan sensasi budaya Senegal.