REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpandangan tahun Pilpres, Pilkada dan Pileg ini sebagai proses demokrasi yang harus dihadapi secara dewasa dan dijalani dengan tenang dan damai. Demikian salah satu hasil Rapat Syuriah-Tanfidziyah PBNU yang digelar di Jakarta belum lama ini.
Ketua Umum PBNU Prof KH Said Aqil Siroj mengatakan di tahun demokrasi ini Pengurus NU, baik di Lembaga maupun Badan Otonom harus tunduk terhadap aturan organisasi NU. Karena itu, Kiai Said melarang pengurus NU menggunakan atribut NU untuk kepentingan politik praktis.
"Yang paling mudah tunduk kepada aturan NU itu, semua Pengurus NU tidak boleh menggunakan atribut NU untuk kepentingan politik praktis. Ini aturan mutlak, tidak boleh ditawar," ujar Kiai Said Aqil dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (8/3).
Kiai Said menuturkan, sebagai warga negara Pengurus NU boleh memilih dan dipilih. Konsekuensi organisasi saat dipilih itu ada. Begitu juga aturan saat memilih, juga ada. Etika berpolitik bagi Pengurus NU itu sudah jamak diketahui Pengurus NU baik di Lembaga maupun Badan Otonom.
"Saya tidak perlu menggurui karena aturan NU sudah diketahui pengurus. Karena itu PBNU hanya menyegarkan kembali atas etika berpolitik bagi Pengurus NU," ucap Pengasuh Pondok Pesantren as-Tsaqafah Ciganjur ini.
Berkaitan dengan beberapa kader NU yang mengikuti kontestasi Pilkada, Kiai Said menyerukan agar menjunjung tinggi etika berpolitik NU dan menjaga persaudaraan sesama warga bangsa. Menurut Kiai Said, pilkada tidak lebih penting daripada persaudaraan sesama anak bangsa.
"Bagi politikus kekuasaan itu penting untuk mewujudkan idealisasinya. Tidak kalah penting adalah persaudaraan untuk mewujudkan ketenangan dan ketenteraman kehidupan anak bangsa," kata Kiai Said.