Rabu 07 Mar 2018 12:00 WIB

MUI: Penggunaan Cadar Bagian Furuiyah Bukan Terorisme

Alasan larangan mahasiswi bercadar patut dipertanyakan.

Rep: Novita Intan/ Red: Teguh Firmansyah
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Larangan penggunaan cadar bagi mahasiswi yang diterapkan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menuai reaksi dari berbagai pihak. Tak terkecuali Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka meminta kepada pihak UIN untuk mengakji ulang soal larangan pemakaian cadar di kampus tersebut.

Sekretaris Jendral MUI Anwar Abbas menilai kekhawatiran pihak kampus atas munculnya paham radikal di kalangan mahasiswi bercadar tidak beralasan.

"Saya bingung juga kenapa orang bercadar dikaitkan dengan terorisme, ini kan kasusnya di UIN Yogya. Saya rasa orang bercadar itu akan tersinggung," ujarnya kepada Republika, di Jakarta, Rabu (7/3).

Menurut dia, tak semua mahasiswi bercadar menganut paham radikal. "Misalkan, saya bercadar dan saya antiterorisme, terus saya dihubungkan dengan terorisme, saya kan tersinggung," ungkapnya.

 

Baca juga, Pedagogis Jadi Alasan UIN Larang Mahasiswa Bercadar.

 

Ia berpendapat, aturan dari Rektor UIN Sunan Kalijaga bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, yakni UUD 1945. Disebutkan, negara menjamin kemerdekaan bagi tiap penduduk untuk menganut dan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

"Rektor itu menyatakan pemakaian cadar itu menimbulkan mudarat karenanya melarang sesuatu yang secara hukum Islam mubah," ucapnya. "Makanya, bagi saya pernyataan rektor itu debatable, menurut dia logikanya benar, tapi kalau diuji itu bisa kesulitan menjawab," ungkapnya.

Bahkan, Anwar mengaku bingung terkait kebijakan kampus tersebut yang melarang mahasiswanya menggunakan cadar. Dasar dari dikeluarkannya kebijakan tersebut juga patut dipertanyakan.

"Anda senang tidak melihat wajah cantik? Senang kan, ya? Sekarang ada dua wanita, yang satu cantik tapi bercadar, yang satu berpakaian seksi. Anda nafsu sama mana? yang seksi kan? Padahal yang bercadar lebih cantik," ungkapnya,

"Jadi, ada orang yang sangat cantik pakai cadar, alasannya karena dia nyaman, saya tidak diganggu oleh orang. Jadi, kalau begitu cadar itu maslahat daripada tidak pake cadar. Dia yang pakai cadar selamat tidak diganggu. Laki-laki yang melihatnya juga tidak nafsu, kan selamat juga dia," ucapnya.

 

photo
Wanita bercadar. (ilustrasi)

Anwar menjelaskan, memakai cadar merupakan masalah furuiyah atau cabang di dalam agama Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, sebagian lainnya mengecualikan wajah dan telapak tangan sebagai bagian dari aurat wanita.

"Dalam hal yang furuiyah seperti ini MUI bertoleransi dan mengimbau supaya umat dalam masalah ini untuk lebih berlapang dada dan saling menerima," paparnya.

Akan tetapi, MUI bersikap tegas jika perbedaan itu dalam masalah pokok agama (akidah), seperti masalah Tuhan, Nabi, dan lain-lain. "Kalau Muhammadiyah begini, bahwa yang namanya aurat perempuan itu selain wajah dan telapak tangan, kalau ada yang pakai cadar ya silahkan saja," ungkapnya.

"Menurut mazhab Hanafi, aurat selain muka dan telapak tangan. Tapi bila ada seorang perempuan tampil di depan laki-laki lalu takut menimbulkan fitnah, wajib memakai cadar," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement