REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, masing-masing kampus berhak membuat peraturan mengenai penggunaan jilbab maupun cadar bagi para mahasiswinya.
"Itu UIN itu, itu sudah serahkan pengaturan itu ada di kampus masing-masing. Jadi yang namanya mahasiswa itu kan, apakah pakai jilbab, apakah pakai cadar, semua peraturan yang ini peraturan sudah kami serahkan ke perguruan tinggi, dalam otonominya," kata Nasir di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (7/3).
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, melarang mahasiswinya untuk mengenakan cadar di dalam kampus. UIN Sunan Kalijaga mengeluarkan surat dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 sebagai dasar pelarangan tersebut.
Pihak kampus juga sudah membentuk tim konseling dan pendampingan kepada mahasiswi bercadar agar mereka mau melepas cadar saat berada di kampus UIN.
UIN Kalijaga juga akan meminta mahasiswinya untuk pindah kampus bagi yang tidak mau melepas cadar.
"Kementerian hanya mengatur hak semua orang harus dilindungi semua, hak seseorang ya, yang tidak boleh adalah yang menimbulkan radikalisme, ini yang kami larang. Kita tidak boleh mendiskriminasi terhadap semua yang ada, semua warga negara Indonesia yang sedang studi lanjut di perguruan tinggi. Apakah dia pakai cadar, kopiah, apapunlah, yang kami larang adalah mahasiswa yang berkumpul, di situ timbul yang namanya radikalisme, ini yang kami larang," jelas Nasir.
Baca juga, Penjelasan UIN Kalijaga Soal Larangan Cadar di Kampus.
Namun secara teknis, menurut Nasir pengaturan itu lebih diatur oleh Kementerian Agama, bukan Kemenristekdikti.
"Kalau itu teknisnya adalah Kementerian Agama, bukan di Kemenristekdikti. Guide line-nya itu jelas, semua yang ada di kampus. Masalah akademik kami atur yaitu otonominya sesuai kampus itu sendiri. Perilaku mahasiswa namanya ada apa saja yang harus dilakukan mahasiswa di dalam kampus. Adalah semua mahasiswa harus berpakaian rapi, semua itu kan diatur itu sehingga pakaian rapi seperti apa? Ini kami serahkan kepada masing-masing orang, bukan kami mengatur hal ini. Ini teknis, rektor," tambah Nasir.
Ia pun meminta rektor UIN Sunan Kalijaga menyelesaikan persoalan tersebut. Yang terpenting, kata dia, tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapapun, baik dari jenis kelamin maupun sifatnya SARA.
"Sehingga ada urusan gini, ini urusan rektor. Semua rektor menyelesaikan. Kalau ini disampaikan ke saya, lho ini bukan ranah kami. Yang kedua, kalau kami tidak boleh diskriminasi, itu yang penting ya. Semua orang, apakah itu menyangkut agama, menyangkut suku, menyangkut siapapun, gender, itu nggak boleh. Semua harus sama perlakuannya, nggak boleh diskriminatif, titik," ungkap Nasir.