Jumat 09 Feb 2018 19:32 WIB

Harmonisasi Zakat dan Pajak, Mungkinkah?

Harmonisasi bisa dilakukan melalui perubahan terhadap undang-undang yang ada.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Zakat
Foto: Antara
Zakat

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pakar Ekonomi Syariah Irfan Syauqi Beik menilai harmonisasi zakat dan pajak bisa dilakukan dengan cara mengakomodasi zakat sebagai pengurang pajak. Hal itu bisa diterapkan seperti di Aceh, yang bisa menjadi pilot project (proyek percontohan) bagi daerah lainnya.

Irfan menjelaskan, zakat memang harus diatur sebagai pengurang pajak pendapatan yang harus diaplikasikan dengan baik. Ini agar zakat sebagai pengurang pajak itu bukan hanya muncul di form SPT tahunan, namun juga sebaiknya1 di form SPT bulanan.

"Sehingga kewajiban membayar zakat bisa otomatis mengurangi beban pendapatan kena pajak," kata dia, Jumat (9/2).

Selanjutnya, Direktur Pusat Kajian Strategis Baznas ini menuturkan bahwa harmonisasi bisa dilakukan melalui perubahan terhadap undang-undang yang ada. Dalam pembahasan 2011 terkait pengelolaan zakat, ia mengatakan bahwa kementerian keuangan sempat mengungkapkan keberatan tentang wacana zakat sebagai pengurang pajak langsung. Karena urusan zakat dinilai harusnya diatur dalam undang-undang pajak.

"Karena itu, jika ingin mengharmoniskan antara zakat dan pajak harus ada upaya melakukan amandemen terhadap undang-undang pajak penghasilan. Karena di dalam undang-undang itu disebutkan secara eksklusif zakat menjadi pengurang pajak langsung," lanjut Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB ini.

Kalaupun untuk melakukan harmonisasi itu masih diperlukan waktu dan proses politik, maka ia menekankan agar Kemenkeu paling tidak ikut mensosialisasikan secara aktif kewajiban zakat di semua konter pelayanan pajak dan kantor kemenkeu yang ada di Indonesia.

Sekaligus, menurutnya, ikut menyukseskan Perpres. Di samping itu, ia menyarankan agar anggaran untuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dinaikkan. Pasalnya, selama ini anggaran untuk Baznas setiap tahunnya sangat kecil untuk ukuran sebuah institusi nasional.

Sementara itu, ia mengatakan ASN bisa menggunakan mekanisme form penolakan yang dipotong langsung ke Baznas karena ASN tersebut sudah membayar zakat melalui lembaga amil zakat (LAZ) resmi. Kewajiban zakat sendiri, menurutnya, diatur sesuai nisab (batasan) yang menjadi standar apakah ASN itu wajib menunaikan zakat atau tidak. Karenanya, tidak semua ASN memiliki kewajiban untuk membayar zakat profesi tersebut.

"Yang penting, semangat berbagi ini yang harus kita tumbuhkan pada ASN. Kita harapkan akan berimbas pada kelompok masyarakat yang lain.Boleh jadi, kita medapatkan keberkahan dari menunaikan zakat itu," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement