REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana muncul di peradaban yang pernah eksis di era pra-Islam, seperti Romawi, Yunani, dan Persia, dalam sejarah Islam, taman juga menjadi salah satu produk budaya yang menarik perhatian para ahli sejarah.
John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern mengatakan, deskripsi tentang taman Islam banyak ditemukan di sumber-sumber sejarah. Deskripsi awal sering dijumpai dalam tulisan ahli geografi Arab, seperti Ibn Hauqal, pada paruh abad ke-10. Ia pernah mengunjungi Sisilia, Spanyol, Afrika Utara, Mesir, Irak, Iran, dan Transoksiana. Data yang ia sajikan dinilai akurat karena observasi langsung yang dilakukannya.
Namun, meskipun taman Islam mempunyai daya tarik universal, dokumentasinya lebih cenderung deskriptif daripada analitis. Akibatnya, masalah-masalah mendasar tipologi taman dan maknanya belum teruraikan secara memuaskan. Misalnya, soal perdebatan asal-usul taman Islam.
Fokus utamanya, pada bagan lintas aksial yang dicontohkan oleh Halaman Singa di Istana Alhambra, Granada, dan bagan linier yang dicontohkan oleh Halaman Myrtles Alhambra, pada umumnya berasal dari Persia dan Romawi. Banyak sarjana mengolah gagasan pengaruh Timur dan mengemukakan halaman dengan deretan tiang yang mengelilingnya dan impluvia warisan Romawi. Ini seperti dijumpai pada Conimbriga di Portugal.
Masalah asal-usul itu diperumit oleh faktor historiografis modern tertentu. Pertama, sumber-sumber informasi yang banyak tersedia dalam bahasa Arab, Turki, Persia, Prancis, Jerman, dan Spanyol. Kedua, hingga belakangan fokus penggalian tempat-tempat bersejarah hanya sisa-sisa peninggalan arsitektural yang mengesampingkan kesempatan untuk menggali taman.
Sejumlah sarjana telah mengidentifikasi keberadaan dua tipe taman, linier dan lintas-aksial. Georges Marcais menulis bahwa pertamanan dimulai di Iran sebelum kelahiran Islam. Ada dua tipe, yaitu taman halaman berdinding dan taman terbuka di dalam kerangka arsitektural, seperti terungkap dalam miniatur Persia dan karpet taman. Dan, taman pinggir kota yang lebih besar hair, berkaitan dengan istana-istana, seperti istana abad ke-9 Jausaq al-Khaqani di Samarra, Irak.
James Dickie, di samping mengidentifikasi dua bagan formal, juga menyebut keduanya bertipe taman pedesaan dan perkotaan Romawi. Ia menganggap, bagan lintas aksial sebagai bagian dari villa rustica dan bagan linier sebagai bagian dari halaman tertutup domus urbana. Sayangnya, tidak ada kesepakatan di kalangan sarjana tentang sejauh mana kedua tpe itu berkembang secara independen atau saling berhubungan.
David Stronach mengidentifikasi Istana Cyrus Agung di Pasgadae yang rupanya merupakan taman lintas aksial paling awal. Atas dasar bukti yang digali di Pasgadae, sekarang ini bisa dirunut bahwa bagan taman segi empat Persia berasal dari abad ke-6 SM. Selain itu, Tilo Ulbert yang bekerja di Kota Byzantium-Islam Rusafa di Suriah menggali taman Islam paling awal dengan bagan lintas aksial. Taman ini berupa tanah berdinding bata dengan sunga kecil musiman. Di tengahnya terdapat paviliun empat persegi di atas alas atau blok persegi dengan jalan-jalan aksial ke arah tempat utama.
Di antara banyak taman Romawi yang digali dan dikaji, sebuah taman diketahui mempunyai bagan lintas aksial sejati yang membawa pada kesimpulan sementara bahwa sumbu linier mungkin dominan dalam konteks Laut Tengah Romawi, sedangkan bentuk lintas aksial merupakan konstribusi Mesopotamia. Akhirnya, kedua bentuk itu berkembang biak di Dunia Islam, tipe lintas aksial banyak dijumpai di Maroko dan Barat. Tipe linier dijumpai di taman-taman berjenjang di Kashmir. Kedua bentuk itu sekarang digunakan oleh perancang taman kontemporer di seluruh Dunia Islam.