REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Salah satu sekolah terkemuka yang didanai negara di Inggris telah disoroti, setelah mereka menjadi salah satu yang pertama memberlakukan larangan jilbab bagi anak perempuan di bawah usia delapan tahun. Namun, mereka terpaksa membatalkan keputusannya setelah mendapatkan kritikan yang meluas.
St Stephen's School di Newham, London timur, telah merencanakan untuk memperpanjang larangan tersebut kepada anak-anak perempuan di bawah usia 11 tahun pada tahun ini. Namun, mereka memilih untuk mencabut rencana tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, sekolah tersebut mengatakan bahwa kebijakan seragam sekolah itu didasarkan pada kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan anak-anak siswa. Mereka mengatakan, sekolah telah mengambil keputusan untuk membuat perubahan pada kebijakan tersebut sesegera mungkin. Kebijakan itu mengikuti dari percakapan dengan komunitas sekolah mereka.
"Kami akan bekerja sama dengan komunitas sekolah kami untuk terus meninjau kebijakan ini untuk kepentingan terbaik anak-anak kami," demikian pernyataan sekolah, dilansir dari Khaleej Times, Selasa (23/1).
Arif Qawi, ketua gubernur sekolah, mengundurkan diri dari jabatannya pada Jumat lalu. Sebelumnya, baru-baru ini ia meminta pemerintah Inggris untuk bersikap tegas terhadap anak-anak muda yang mengenakan jilbab dan puasa selama bulan suci Ramadhan. Menurut The Sunday Times, pengunduran diri tersebut menyusul pesan ofensif yang diposting di media sosial terhadapnya dan kepala sekolah asal India Neena Lall.
"Sekarang kepala sekolah perlu pergi. Usir dia keluar dan paksa dia untuk memakai jilbab. Biarkan dia melihat apa yang arti memaksa," demikian bunyi salah satu pesan melawan Lall.
Berdasarkan pedoman Departemen Pendidikan di Inggris, kebijakan seragam adalah masalah bagi individual kepala sekolah dan badan pemerintahan mereka. Sekolah St Stephen tersebut, dengan mayoritas murid dari latar belakang India, Pakistan atau Bangladesh, telah mendesak pemerintah Inggris untuk mengeluarkan panduan yang jelas mengenai masalah hijab dan puasa keagamaan yang berkaitan dengan murid-murid yang sangat muda untuk mencegah reaksi balasan dari orang tua.
Amina Lone, salah satu pendiri Yayasan Penelitian dan Aksi Sosial Inggris yang telah berkampanye untuk gadis-gadis muda agar tidak mengenakan jilbab, memperingatkan bahwa setelah pengunduran diri Qawi, sekolah-sekolah lain di negara tersebut akan mendapat tekanan yang sama.