Rabu 17 Jan 2018 00:31 WIB

Baitul Maqdis Indikator Kekompakan Umat Islam

Rep: Harun Husein/ Red: Agus Yulianto
Baitul Maqdis
Foto: historia
Pasukan Muslim dipimpin Salahuddin mengepung Pasukan Salib di Lembah Hittin

Pembebasan ketiga

Pasukan Mamluk yang dipimpin Sultan Saifuddin Qutuz dan Baibars, akhirnya ber hasil mengambil alih Baitul Maqdis setelah mengalahkan Pasukan Mongol yang dipim pin Kitbuqa dalam Pertempuran Ain Jalut pada September 1260. Mitos bahwa Pasukan Mongol tidak terkalahkan, seketika pupus di Ain Jalut. Hasilnya, pertempuran ini bu kan hanya berhasil mengusir Mongol dari Baitul Maqdis, tapi juga berlanjut pada pembebasan wilayah Islam lain dari tangan Mongol.

Sejarawan Arnold Toynbee, menyebut Pertempuran Ain Jalut sebagai salah satu pertempuran yang sangat penting, karena menjadi titik balik sejarah. Dalam pertem puran tersebut, tulisnya, Pasukan Muslim bukan hanya menghadapi Pasukan Mongol, tapi juga para penguasa Kristen di sekitar nya seperti Raja Armenia maupun Pangeran Antiochia. "Setelah kejatuhan Khawarizm, Baghdad, dan Suriah, maka Mesir merupa kan benteng terakhir Islam di Timur Te ngah," katanya.

Saat Perang Ain Jalut sedang berlang sung, Pasukan Salib dari Eropa juga sudah ber siap-siap mendarat ke pantai timur Medi terania (kawasan Syam), dan menjadi an cam an sangat serius bagi Dunia Islam. Ka rena itu, menurut Shayyal, "Masa depan Islam dan Kristen Barat, sangat bergantung pada hasil Perang Ain Jalut."

Setelah kemenangan di Ain Jalut, Mo ngol dibantu Raja Armenia sempat menye rang Baitul Maqdis, namun tak berhasil mengambil alih kota itu secara permanen. Dan, Baitul Maqdis tetap dalam naungan Islam. Setelah era Mamluk, Baitul Maqdis beralih ke tangan Khilafah Usmani pada 1516. Baitul Maqdis berada di tangan Us mani selama lebih dari empat ratus tahun, merupakan yang paling lama dalam sejarah dibanding kontrol Baitul Maqdis oleh ke khalifahan-kekhalifahan sebelumnya. Jatuh ke tangan Inggris dan Zionis Pada Desember tahun 1917, Baitul Maq dis jatuh ke tangan Inggris. Seperti sebelum nya, selain karena serangan langsung, lepas nya Baitul Maqdis itu didahului oleh per pecahan internal umat Islam.

Lepasnya Baitul Maqdis ini, diawali be be rapa peristiwa yang berjalin kelindan. Per tama, dibuatnya perjanjian rahasia (Per janjian Sykes-Picot) antara Inggris dan Pe ran cis –yang kemudian diikuti oleh Rusia dan Italia, untuk membagi-bagi wilayah Us mani di Timur Tengah. Perjanjian ini diteken pada 16 Mei 1916. Kedua, dibuatnya Dekla rasi Balfour pada 2 November 1917, yang berisi dukungan Inggris untuk pendirian ta nah air bagi orang Yahudi di tanah Pales tina. Ketiga, dihasutnya para penguasa Mus lim-Arab untuk melawan Khilafah Usmani.

Hanya sebulan setelah Deklarasi Balfour diteken, pasukan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Edmund Allenby, memasuki Yeru salem. Inggris mengambil alih kontrol atas Palestina, setelah mengalahkan tentara Usmani pada Perang Yerusalem. Jenderal Allenby memasuki Yerusalem dari arah yang dulu digunakan Khalifah Umar saat mema suki Yerusalem dengan berjalan kaki. Salah satu pernyataan Allenby yang terkenal saat memasuki Yerusalem adalah: "Baru seka rang lah Perang Salib berakhir."

Di berbagai media Inggris saat itu, ilus trasi Perang Salib memang banyak dimun culkan. Salah satunya, dimuat dalam laporan utama Majalah Punch, edisi 19 Desember 1917, yang mendeklarasikan "The Last Crusade", dengan ilustrasi Raja Inggris, Richard The Lion Heart sedang memandang Yerusalem dari ketinggian, sambil mengang guk puas dan bergumam: "Mimpiku akhir nya menjadi nyata."

Memang, pers Inggris mendapat instruk si dalam sebuah memo tertanggal 15 Novem ber 1917, untuk tidak merefer operasi militer melawan Khilafah Usmani dengan istilah Perang Suci, Perang Salib Modern, atau istilah apapun terkait dengan soal ke agamaan. Namun, memo tersebut di abaikan, dan mereka tetap tetap mengguna kan istilah "Crusade" dalam mendiskusikan okupasi terhadap Yerusalem.

Hatem Bazian, pengajar Universitas Cali fornia, Berkeley, dalam tulisannya bertajuk Revisiting the British Conquest of Jerusalem di laman Aljazeera, menyatakan bahwa memo tersebut dibuat untuk mencegah friksi dengan personel militer Islam yang direkrut Inggris untuk berperang melawan Usmani. Juga untuk mencegah timbulnya masalah dengan Sharif Husein, Gubernur Usmani di Makkah, yang saat itu bekerja sama dengan Inggris untuk melawan Usmani.

Pernyataan serupa tercatat disampaikan oleh Jenderal Henri Gouraud, pimpinan militer Perancis, usai mengalahkan pasukan Raja Faisal di Suriah. Sang Jenderal, seperti dikutip Tariq Ali dalam bukunya, Clash of Fundamentalism: Crusades, Jihads and Mo dernity, menyatakan sang jenderal me ma suki Damaskus bersama pasukannya, ke mu dian pergi ke makam Salahuddin, me nen dangnya, dan berseru: "Perang Salib telah berakhir sekarang! Bangun Sala hud din, kami telah kembali! Kehadiranku di sini menahbiskan kemenangan Salib terhadap Bulan Sabit."

Tak berselang lama setelah jatuhnya Baitul Maqdis, pada tahun 1923, Khilafah Usmani, major power terakhir umat Islam, juga dibubarkan. Sementara, pada tahun 1948, 'negara panjajah' Zionis-Israel yang digerakkan oleh Yahudi Eropa (Ashkenazi) berdiri di atas tanah Palestina. Bahkan, pada Desember 2017 lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menyerahkan Baitul Maqdis kepada Zionis.

Dan sejarah pun berulang. Saat ini, para penguasa negeri-negeri Islam, khususnya di Timur Tengah, sibuk bersaing dan bertikai, sehingga Baitul Maqdis tak kunjung bisa dibebaskan, bahkan warga Palestina sema kin dalam terpuruk dalam penderitaan. Per tikaian Arab Saudi dan Iran saat ini, misal nya, mengingatkan pada pertikaian Seljuk dengan Fathimiyah di masa lalu.

Pendudukan Yahudi atas Baitul Maqdis ini, semakin banyak dipandang dari sisi eskatologis, tentang takdir akhir zaman di mana Muslim akan berperang dengan Ya hudi, sesuatu yang tak terbayangkan terjadi selama lebih dari seribu tahun, karena orang Yahudi tak pernah menjadi kekuatan politik dan militer berarti. "Hari Kiamat belum akan terjadi sampai kaum Muslimin memerangi orang Yahudi. Mereka diserang oleh kaum Muslimin hingga bersembunyi di balik batu dan pohon. Namun, batu maupun tumbuh an akan berkata, "Wahai Muslim, wahai ham ba Allah, di belakangku ada orang Ya hudi. Kemari dan bunuhlah dia!" Kecuali pohon Gharqad. Sebab pohon Gharqad adalah pohonnya orang Yahudi." (Hadits Riwayat Muslim).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement