REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Figur-figur dalam lukisan itu bermata sipit, memakai turban dan jubah, serta mempunyai sayap di punggungnya. Ada satu figur sentral yang wajahnya tak terlukis, menunggang kuda berkepala manusia yang lagi-lagi matanya sipit, seakan-akan sedang terbang. Dia dikelilingi figur-figur bermata sipit dan bersayap tadi. Tulisan huruf Arab di sekelilingnya menghapuskan kebingungan akan asal lukisan itu.
Ya, itu adalah lukisan dari Persia pada abad ke-16 M yang menceritakan tentang kisah Isra Mi'raj Nabi Muhammad. Sosok nabi diwakili oleh figur yang wajahnya tak dilukis. Lalu, mengapa para malaikat yang mengiringi naiknya nabi ke Sidratul Muntaha itu digambarkan dengan mata sipit?
Invasi Mongol ke Baghdad pada 1055 M tak hanya membawa kehancuran fisik bagi peradaban Islam, tetapi juga membawa pengaruh baru, yaitu seni lukis dari Cina. Dinasti Seljuk mengaplikasikan gaya lukisan Cina ke berbagai bentuk lukisan di wilayah yang dikuasainya saat itu yang meliputi Iran dan Irak saat ini. Awalnya, tentu saja mereka menggambarkan figur-figur yang berwajah Turki-Mongol yang bermata sipit.
Seniman Persia yang berada di bawah kekuasaan Il Khan pada abad ke-13 mulai menggabungkan ilustrasi dari seni lukis Cina yang digabungkan secara sempurna dengan kaligrafi yang kemudian lebih dikenal dengan nama miniatur Persia. Bila lukisan Cina memberi banyak ruang kosong, seniman Persia mengisinya dengan berbagai objek, baik figur manusia maupun binatang serta pemandangan alam.
Gaya sapuan kuas Cina yang berani, tapi sekaligus halus memberi jalan bagi masuknya kaligrafi ke dalam lukisan yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari miniatur Persia. Semua pembuat miniatur Persia adalah juga seorang ahli kaligrafi sebelum mereka menjadi pelukis.
Menurut buku Art of Islam, Language and Meaning; dalam peradaban Islam kala itu, seni menulis lebih menonjol dibanding seni menggambar atau membuat simbol, tetapi keduanya akhirnya digabungkan dalam seni pembuatan buku yang dihiasi miniatur. Keindahan miniatur tidak hanya terletak pada lukisannya, tetapi juga nuansa puitis pada tulisan kaligrafi.
Menyusun sebuah miniatur bukanlah pekerjaan gampang dengan bahan-bahan yang mahal, bahkan kadang memakai emas dan perak. Seorang seniman miniatur bisa menghabiskan waktu satu tahun untuk membuat satu lukisan saja. Karena itu, seni ini hanya bisa dinikmati oleh golongan kaya dan kaum elite di Persia yang mampu membiayai sebuah proyek miniatur. Seniman miniatur pun otomatis bagaikan kaum selebritas yang banyak dicari para pembesar.
Miniatur Persia tak hanya menggambarkan hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi juga spiritual. Karena itu, muncullah lukisan-lukisan mengenai malaikat dan juga proses Isra dan Mi'raj tadi. Berbeda dengan kalangan Sunni yang sangat ketat dalam mengimplementasikan lukisan ke ranah teologi, apalagi menggambarkan fisik nabi naik Bouraq (kuda berkepala manusia menurut versi Persia). Di Persia yang mayoritas berpaham Syiah, batasan antara kebebasan berekspresi dan ajaran agama lebih longgar.
Seni miniatur Persia terus berkembang tak hanya pada masa Il Khan (1256-1336 M), tetapi juga penguasa Mongol berikutnya, seperti masa Dinasti Timurid (1387-1502) dan diteruskan oleh penguasa dari wangsa Persia, yaitu Dinasti Safawi (1501-1772), yang membebaskan negerinya dari kekuasaan Mongol. Pengaruh lukisan Cina tetap kental karena Dinasti Safawi mempunyai hubungan baik dengan negeri Asia Timur itu.
Dari Persia, seni miniatur berkembang ke Turki yang mempunyai bentuk lukisan yang lebih kaku dengan gaya Mongol yang kuat, seperti ditunjukkan dalam buku Siyah Qalam pada abad ke-15. Miniatur Persia juga menemukan jalan sampai ke India yang dikuasai Dinasti Mughal. Di tempat ini, lukisan gaya miniatur mempunyai tugas yang bersifat lebih duniawi dibanding di Persia, yaitu untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa penting di Kerajaan Mughal dengan gaya lukisan yang lebih detail dan realistis.
Seni miniatur Mughal juga membawa pengaruh kepada para seniman Hindu, ditambah gaya seni lukis dari gaya Renaisans yang masuk dari Eropa. Sementara, gaya Hindu juga menyelusup pada seni miniatur Mughal lewat seni penggambaran bentuk tubuh manusia yang lebih luwes.
Namun, seni miniatur Persia sudah mulai memudar di bawah kekuasaan Dinasti Safawi, tepatnya mulai pertengahan abad ke-16. Karena sifatnya yang sangat eksklusif di kalangan istana dan juga tak ada kaitannya yang kuat dengan ajaran agama Islam, seni miniatur Persia bertekuk lutut ketika berhadapan dengan seni lukis miniatur Eropa yang lebih berkembang saat itu.
Disarikan dari Mozaik Republika