REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sigit Indrijono
Allah SWT telah memberi karunia berupa perasaan hati atau emosi kepada kita. Emosi akan bereaksi oleh sesuatu yang dilihat atau dirasakan, dalam dua bentuk perasaan, yaitu kegembiraan dan kesedihan. Biasanya diekspresikan dengan tertawa dan menangis. Kegembiraan yang berlebihan maupun kesedihan yang mendalam apabila tidak dikendalikan akan menyebabkan luapan emosi.
Orang yang tidak bisa mengendalikan diri akan dengan mudah melampiaskan emosi. Karena suatu hal yang tidak diinginkannya menyebabkan kekecewaan atau kesedihan dan timbul kemarahan. Nafsu lebih dituruti daripada hati nurani. Hanya keteguhan iman yang akan membuat seseorang bisa menguasai emosinya dalam setiap kejadian dengan izin Allah SWT.
Dengan iman yang teguh, semua qadha dan qadar akan diterima dengan ridha. Harus disadari, dalam dinamika kehidupan, kita akan selalu mengalami siklus suka dan duka, puas dan kecewa, sehat dan sakit, menang dan kalah, tertawa dan menangis sesuai kehendak-Nya. “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kamu“ (QS al-Hadiid [57]: 23).
Pada saat suatu keinginan dapat tercapai dan kegembiraan dirasakan, kadang menjadikan kita merasa hebat atas keberhasilan itu. Karena terlalu gembira, diekpresikan dengan cara-cara yang tidak wajar. Misalnya, dengan tertawa terbahak dan berlebihan. Seharusnya rasa syukur diungkapkan secara baik dengan menyadari bahwa sesungguhnya itu adalah karunia Allah.
Bukan hanya dengan mengucapkan “Alhamdulillah”, melainkan juga dengan menggunakan karunia tersebut di jalan yang diridhai-Nya. Inilah esensi dari sikap syukur.
“Tertawa berlebihan akan mematikan hati nurani” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). Tertawa yang baik adalah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti yang dituturkan oleh Aisyah, ”Aku tidak pernah melihat Rasulullah berlebih-lebihan ketika tertawa hingga terlihat langit-langit mulut beliau. Sesungguhnya (tawa beliau) hanyalah senyum semata” (HR Bukhari dan Muslim).
“Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.” (QS an-Najm[53]: 43). Rasulullah SAW bersabda, “Dua mata yang tidak akan terkena api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga di jalan Allah.” Menangis karena takut kepada Allah adalah indikator keimanan pada diri kita.
Terkadang kita sulit menangis karena menyesali dosa dan kesalahan. Bahkan, karena tidak menyadari betapa tidak berdayanya kita di hadapan kebesaran dan keagungan-Nya. Mungkin lebih banyak tetesan air mata tangis karena kesedihan atau bisa juga karena haru dan kegembiraan.
Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kita agar dapat mengendalikan emosi. Bersikap wajar dalam menanggapi sesuatu hal, menghadapinya dengan tenang dan perasaan yang ridha.