REPUBLIKA.CO.ID, JEPARA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membuka Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) ke-VI tingkat Nasional tahun 2017 di Lapangan Pesantren Roudlotul Mubtadiin, Balekambang, Jepara, Jawa Tengah Jumat (1/12). Lomba baca kitab kuning ini dinilai dapat membendung berkembangnya pemahaman radikal di Indonesia.
Ketua Asosiasi Pesantren se-Indonesia Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, beberapa tahun belakangan ini MQK dipandang sebagai salah satu cara dakwah. Sehingga, pelaksanaan tahun ini hampir seluruh pesantren di Indonesia mengikuti lomba ini.
Selain itu, menurut dia, dengan adanya lomba kitab kuning ini juga bisa mencegah tersebarnya radikalisme di Indonesia. "Ini juga bisa untuk mencegah paham-paham radikal itu. Karena kitab turats ini memberikan pemahaman yang benar dengan penafsiran terhadap ayat alquran dan hadis melalui konteks yang sesuai dengan zamannya," ujar Gus Rozin saat ditemui di sela-sela acara pembukaan MQK.
Dewan Hakim MQK ini juga menjelaskan bahwa salah satu munculnya radikalisme karena adanya penafsiran yang salah terhadap Alquran, sehingga membutuhkan pengkajian terhadap kitab kuning yang dikarang oleh ulama terdahulu. "Misalnya terkait ayat peperangan, itu kan harus dilihat konteks. Salah satunya dengan melihat para imam-imqm yang menulis kitab turats itu," ucapnya.
MQK ini diikuti oleh 1.456 santri dari 34 provinsi. Ribuan santri ini diharapkan dapat konsisten mempelajari kitab kuning tersebut, sehingga kelak dapat membendung pemahaman-pemahaman radikal itu.
Di lokasi yang sama, Ketua Asosiasi Ma'had Aly Indonesia (AMALI), KH Abdul Djalal menjelaskan akan pentingnya pelaksanaan MQK ini. Menurut dia, dengan adanya MQK ini menunjukkan bahwa kitab kitab kuning sebagai ruh pesantren masih ada.
"MQK ini snagat penting karena menjadi ajang kompetesi santri untuk menunjukkan bahwa ruh pesantren kitab kuning itu masih hidup. Ini ditandai dengan banyaknya peserta MQK tahun ini," kata Djalal saat berbincang dengan Republika.co.id.
Ia mengatakan, tradisi kitab kuning di Pondok Pesantren sampai saat ini masih terus berkembang, apalagi setelah adanya perguruan tinggi Ma'had Aly. Menurut dia, melalui ajang MQK ini juga dapat terbentuk karakter bangsa karena dalam kitab kuning ini berisi nilai-nilai Alquran.
"Tentu kitab-kitab kuning yang diajarkan ini yang sesuai dengan ASWAJA dan kitab kuning yang tidak mengajarkan radikalisme. Karena itu fungsi lain MQK ini justru untuk membdendung radikalisme itu," jelas Kiai dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo ini..