REPUBLIKA.CO.ID, Sepulang Rasulullah dari Hudaibiyah, pada sisa bulan Muharram tahun ke 7 Hijriah atau 628 Masehi berangkatlah Nabi bersama pasukan Muslimin ke Khaibar. Setidaknya 1600 pasukan bersenjata lengkap dipersiapkan, 200 orang diantaranya kavaleri penunggang kuda. Perjalanan Rasulullah dan pasukan Muslimin ke Khaibar kali ini untuk memerangi kelompok Yahudi yang membuat makar melawannya di Madinah.
Khaibar adalah sebuah oase besar berada di arah Syam, dengan jarak 96 mil dari Madinah. Khaibar merupakan markas para jagoan perang Yahudi. Beberapa diantaranya Yahudi yang kabur saat berperang melawan Rasulullah di Madinah. Kelompok Yahudi di Khaibar ini terbagi dalam tiga kelompok benteng-benteng.
Mengetahui kedatangan pasukan Muslimin, Yahudi Khaibar mengamankan semua harta benda mereka dalam salah satu benteng. Dan keluarga serta anak-anak mereka di benteng yang lain. Sedangkan pasukan mereka disiagakan di benteng yang lain. Rasulullah bersama pasukan Muslimin kemudian menyerbu benteng tersebut menggunakan tombak dan panah.
Pasukan Yahudi Khaibar berperang hanya dibalik benteng, karena mereka takut berperang di lapangan. Rasulullah bersama pasukan Muslimin bertahan di Khaibar selama sepekan. Pada hari ke enam peperangan pasukan Muslimin berhasil menaklukkan satu persatu benteng di Khaibar. Setelah yakin tidak mampu mengalahkan pasukan Muslimin, Yahudi Khaibar menyerah.
Akhirnya semua benteng ditaklukkan pasukan Muslimin. Dalam peperangan ini, 93 Yahudi Khaibar terbunuh sedangkan di pasukan Muslimin 15 orang sahid. Pasukan Muslimin mengambil harta rampasan perang, dan membiarkan hidup semua keluarga Yahudi Khaibar, anak-anak dan wanita yang tidak ikut berperang. Mereka dipersilahkan keluar dari Khaibar dengan meninggalkan harta benda mereka.
Diantara harta rampasan tersebut adalah lembaran-lembaran Taurat. Namun Rasulullah menyerahkan lembaran Taurat itu kepada Yahudi Khaibar untuk dibawa. Seorang orientalis Prof. Wilfinson, yang menulis 'Sejarah Yahudi di Negeri-negeri Arab' mengungkapkan, sikap Muhammad ini menunjukkan betapa berharga dan tingginya kedudukan lembaran-lembaran Taurat itu di dalam hati Rasulullah.
"Sikap ini membuat mereka (Yahudi Khaibar) hormat kepada Muhammad. Ternyata tidak sedikitpun lembaran-lembaran kitab suci itu dirusaknya, seperti yang dilakukan orang Romawi saat menaklukkan Yerussalem atau Kristen ketika menaklukkan Andalusia," ungkap Prof Wilfinson.