REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, bahwa kehadiran kalender Islam terpadu merupakan keniscayaan. Namun, untuk mewujudkannya, perlu mekanisme yang jelas dan terarah.
Hal ini disampaikan Menag ketika menjadi pembicara kunci dalam Seminar Internasional Fikih Falak di Jakarta, Rabu (29/11). "Di sinilah negara perlu hadir untuk kemudian mengarahkan satu perubahan kemajuan dari solidaritas individual-sektarian menuju solidaritas kebangsaan-keummatan,” ungkap Lukman.
Lukman pun mengapresiasi pelaksanaan seminar internasional yang mengusung tema “Peluang dan Tantangan Implementasi Kalender Global Hijriah Tunggal”. Menurutnya, saat ini, adalah waktu yang tepat bagi umat Islam Indonesia menyatukan langkah dan membangun visi bersama, strategi dan tahapan untuk mewujudkan kalender Islam yang mapan dan dapat diterima semua pihak.
"Proses unifikasi kalender Islam ini merupakan proyek besar yang harus dilakukan melalui ijtihad-kolektif, terukur dan terencana," ujar dia.
Lukman mengatakan, seminar internasional ini tidak lain merupakan respon dari banyak pertemuan. Salah satunya adalah Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Islam di Istanbul Turki tahun 2016. "Dalam konferensi itu diusulkan dua konsep kalender Islam yang telah dikaji oleh Scientific Commite, yaitu Kalender Islam Bizonal dan Kalender Islam Terpadu,” papar dia.
Sebagaimana diketahui, Kalender Islam Bizonal adalah gagasan Nidhal Guessoum dan Mohamad Syawkat Odeh yang membagi dunia pada dua zona, barat dan timur. Sementara satu kalender lainnya digagas oleh Jamaluddin Abdul Razik dengan tiga prinsip yang dikembangkan, yaitu hisab, prinsip transfer rukyat dan penentuan permulaan hari.
Menag menilai, hasil pertemuan Turki tersebut masih perlu diperdalam, antara lain terkait pembahasan tentang substansi kedua konsep yang ditawarkan. Menag berharap, seminar internasional kali ini bukan hanya ajang transfer ilmu dan informasi. Lebih dari itu, seminar merumuskan hasil yang dapat ditindaklanjuti oleh negara-negara peserta.
"Kata kunci dalam seminar ini adalah Kalender Hijriyah Global. Oleh karena itu, seminar ini diisi oleh pakar-pakar yang sangat memahami sisi dasar teoritis, yang harapannya dapat memberikan pencerahan sebagai solusi nyata dalam penyusunan kalender hijriyah," imbuh Menag.
Seminar yang berlangsung mulai 28 - 30 November 2017 ini dihadiri oleh delegasi dari 14 peserta negara sahabat yang mengikuti seminar, yaitu: Malaysia, Brunai Darussalam, Turki, Maroko, Singapura, Arab Saudi, Mesir, Iran, Yordania, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Inggris, India, Irlandia. Selain itu, seminar juga diikuti ahli falak Indonesia, ormas Islam, akademisi perguruan tinggi, pakar astronomi, serta lembaga negara terkait.
Tampak hadir dalam pembukaan seminar ini, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin beserta jajaran pejabat eselon II pada Bimas Islam, Kepala LAPAN T Djamaluddin dan perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI).