Kamis 30 Nov 2017 00:33 WIB

MUI Evaluasi Kinerja

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Gedung Majelis Ulama Indonesia, ilustrasi
Gedung Majelis Ulama Indonesia, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-3 masa khidmat 2015-2020 di Hotel Sahira, Kota Bogor, Jawa Barat pada 28-30 November 2017. Rakernas tahun ini mengusung tema Meneguhkan Peran MUI dalam Menerapkan Islam Wasatiyyah dan Arus Baru Ekonomi Indonesia.

Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin mengatakan, bersyukur bisa menyelenggarakan Rakernas setiap tahun untuk mengevaluasi kerja MUI setiap tahun. Kemudian membuat rencana kerja tahun berikutnya. Sehingga program lima tahun yang sudah ditetapkan di Munas akan terus memperoleh evaluasi dan penilaian setiap tahunnya.

"Rakernas juga dijadikan untuk melakukan penilaian keadaan, merespon berbagai keadaan, masalah-masalah yang berkembang pada saat ini untuk kita sikapi dan kita berikan pandangan kita kepada masyarakat dan bangsa terutama kepada negara," kata KH Ma'ruf saat memberikan pidato pembukaan Rakernas MUI ke-3 di Hotel Sahira Kota Bogor, Selasa (28/11) malam.

Ia menjelaskan, tema utama MUI masih pada penguatan Islam Wasatiyyah dan arus baru ekonomi Indonesia. Arus baru ekonomi Indonesia digagas oleh MUI melalui kongres ekonomi umat. Ketika menyampaikan gagasan arus baru ekonomi Indonesia kepada presiden, presiden menyambut dengan baik.

"Kenapa baru karena arus lama itu pembangunan ekonominya dari atas, melahirkan konglomerat, diharapkan nantinya menetes ke bawah tapi tidak menetes-menetes," ujarnya.

Ia menyampaikan, akhirnya yang di atas semakin kuat, sementara yang dibawah semakin lemah. Industri kecil mati dan warung milik masyarakat tutup. Sehingga terjadi kesenjangan ekonomi. Kalau kesenjangan ekonomi dibiarkan akan terjadi ketidak harmonisan dan kecemburuan sosial.

"Dan akan menimbulkan terjadinya konflik horizontal, kesenjangan ini bisa jadi bom waktu kalau kita tidak matikan," ujarnya.

Di samping itu, dikatakan KH Ma'ruf, pemahaman Keislaman perlu terus memperoleh penguatan. Jadi Islam Wasatiyyah menyangkut pemikiran, fikrah dan harakah. Pemikiran yang ingin dibawa adalah pemikiran moderat.

Ia menyimpulkan, cara berpikir moderat adalah cara berpikir yang dinamis. Tapi walau dinamis tidak liberal. Moderat dan dinamis tapi ada pakemnya, artinya tidak ngawur tanpa batas dan tanpa pedoman. "Bagaimana mewujudkan itu, ini yang kita bangun di Majelis Ulama Indonesia," jelasnya.

Ia menerangkan, MUI menganut sistem berpikir yang toleran, perbedaan diberi ruang. Perbedaan merupakan suatu niscaya karena adanya ijtihad. Ijtihad berpotensi adanya perbedaan. Tapi, KH Ma'ruf mengingatkan, tidak boleh ada ego kelompok dan fanatik kelompok.

"Perbedaan harus ditoleransi tetapi ada batasnya, perbedaan yang boleh ditoleransi perbedaan yang berada di wilayah perbedaan," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement