REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini, konferensi tahunan para penganut teori bumi datar, digelar untuk pertama kalinya. Acara Flat Earth International Conference (FEIC) tersebut dihelat di Raleigh, Carolina Utara, Amerika Serikat pada 9-10 November lalu.
Namun, teori yang menyatakan bumi datar ini mendapat berbagai tanggapan. Wakil Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Sirri Wafa, adalah salah satunya.
Konferensi itu mengklaim, bahwa bentuk bumi adalah datar atau seperti bentuk cakram (piringan) dan bukanlah bulat seperti yang telah diakui para ilmuwan dunia. Bahkan salah satu dalil yang mereka kutip adalah bersumber dari Alquran, yang menyebutkan bahwa bumi adalah bentuk 'hamparan'.
Sirri mengatakan, klaim tentang bentuk bumi yang berkembang saat ini hanyalah masalah teori. Sementara itu, menurutnya, tidak ada pernyataan yang tegas dalam Alquran apakah bumi berbentuk datar atau bulat. Namun, dikatakannya, ada beberapa ayat dalam Alquran yang mengindikasikan seperti apa bentuk bumi tersebut.
"Alquran tidak menegaskan bentuk bumi seperti apa. Namun, ada indikasi dari beberapa ayat itu lebih memihak pada teori bahwa bentuk bumi itu tidak datar," kata Sirri, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/11).
Salah satu ayat dalam Alquran, yakni surat Al-Ghaasyiyah, menyatakan "Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?". Kata 'hamparan' dalam ayat tersebut seolah menggambarkan bentuk bumi adalah datar.
Namun demikian, Sirri mengatakan, ayat yang menyebutkan bahwa 'bumi itu terhampar', dipandang oleh para ahli tafsir sebagai ayat yang tidak bisa berdiri sendiri. Dalam hal ini, dia mengatakan, ayat tersebut tidak bisa diartikan apa adanya.
"Makna hamparan ini belum memberikan pengertian final bahwa bentuk akhir bumi adalah datar. Namun, kita harus merujuk pada ayat lainnya dalam Alquran. Itu termasuk ayat kauniyah, yang harus dibuktikan dengan kenyataan ilmiah," lanjutnya.
Sirri menjelaskan, ayat yang menyatakan bahwa bumi itu dihamparkan belum cukup menjadi bukti bahwa bumi berbentuk datar. Karena dalam ayat lain disebutkan, seperti pada Surat Az-Zumar ayat 5: "Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan/menggilirkan (yukawwiru/takwir) malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan."
Dikatakannya, 'yukawwiru' dalam ayat ini memiliki makna 'menggulung' atau 'membentuk lingkaran atau putaran'. Di sini, makna 'gulungan' itu berarti menunjukkan bentuk yang bulat dan bukan datar.
Ayat tersebut juga didukung oleh ayat lainnya, yakni Surat Luqman ayat 29. "Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia menundukkan matahari dan bulan masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan. Sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan."
Merujuk pada ayat tersebut, Sirri mengatakan, pergantian malam ke siang maupun sebaliknya itu terjadi melalui sebuah proses. Artinya, pergantian waktu siang dan malam tidak terjadi seketika. Menurut para ahli bahasa atau tafsir, kata tentang 'memasukkan siang ke dalam malam dan sebaliknya' itu tidak bisa terjadi kecuali jika membentuk suatu bidang yang bulat.
"Teori yang mengatakan bumi berbentuk datar itu mengada-ada. Karena sulit untuk diterima kembali. Jika sekarang menggunakan teknologi canggih di luar angkasa, semua menunjukkan bahwa bumi berbentuk bulat," ujarnya.
Ia menambahkan, salah satu bukti bahwa bumi bulat adalah saat terjadinya gerhana bulan. Saat gerhana bulan, posisi bumi berada di tengah-tengah di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama. Saat itulah, bayangan bumi di bulan akan terlihat melengkung. "Hal ini membuktikan bahwa bumi tidak datar, melainkan melengkung atau berbentuk seperti bola," ucapnya.