REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) saat ini masih mencari solusi atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), beberapa waktu lalu. Putusan MK itu mengharuskan pemerintah mencantumkan penghayat kepercayaan dalam kolom Kartu Keluarga (KK) dan KTP elektronik (KTP-el).
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah mengatakan, saat ini instansinya masih melakukan kajian untuk mencari jalan keluar terbaik dalam mengakomodasi kepentingan para penghayat kepercayaan.
"Kajian ini penting dilakukan agar terwujudnya tertib adminduk setelah putusan MK itu diberlakukan," ujarnya saat memberikan pemaparan di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta, Jumat (17/11).
Dia menuturkan, sedikitnya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan pemerintah dalam melaksanakan putusan MK. Yang pertama adalah perspektif yuridis. Dari aspek ini, kata dia, pemerintah dituntut untuk segera berkoordinasi dengan Komisi II DPR RI guna melakukan revisi terhadap UU Adminduk. Ini dikarenakan putusan MK bersifat final dan mengikat dan berlaku efektif setelah dibacakan oleh majelis hakim konstitusi.
Yang kedua adalah perspektif manajemen pemerintahan. Dari aspek ini, kata Zudan, putusan MK bakal berdampak pada sejumlah kegiatan administrasi di lingkungan pemerintah pusat hingga pemerintah di daerah-daerah. Dampak itu mencakup perubahan pada data penduduk untuk pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, serta pencegahan kriminal dan penegakan hukum.
Sementara, yang ketiga adalah perspektif teknis. Ditinjau dari aspek ini, pemerintah jelas perlu melakukan berbagai persiapan untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Beberapa langkah persiapan itu di antaranya adalah mengubah aplikasiSistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), KTP-el, dan KK; membuat formulir kependudukan baru, serta; melakukan sosialisasi ke 514 kabupaten kota di 34 provinsi.
Di samping itu, kata Zudan, Kemendagri juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI untuk merumuskan apa saja yang harus disiapkan untuk mengakomodasi putusan MK tersebut.
"Ini dikarenakan pelayanan publik untuk para penganut aliran kepercayaan tidak berada di bawah Kemenag, melainkan di bawah Kemdikbud. Selain itu, kami juga sedang mempertimbangkan istilah yang tepat untuk dicantumkan pada kolom KTP nantinya. Sebab, di Kemdikbud tidak dikenal istilah 'penghayat kepercayaan'. Yang ada hanyalah 'Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa'," ucap Zudan.