REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Universitas Hindu Indonesia (UNHI) menggelar Seminar Nasional yang bertema “Membangun Wawasan Kebangsaan Dalam Menanggulangi Radikalisme. Hadir dalam seminar ini, Wakil Rektor I Prof Dr I Ketut Suda, Prof Dr I Ketut Widnya (Dirjen Bimas Hindu), Prof Dr IB Triguna (Mantan Dirjen Bimas Hindu), para pimpinan lembaga, para dosen dan juga mahasiswa.
Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber. Selain Sekjen Kemenag Nur Syam, hadir juga Prof. Dr. Wayan Gelgel (Guru Besar Sosiologi Hukum), Dr Arie Dwipayana (Staf Khusus Presiden), dan Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya (Dewan Pengarah UKP-PIP).
Menurut Nur Syam, ada tiga hal penting dalam upaya menanggulangi radikalisme. Pertama, memetakan tantangan bangsa dan negara. Tantangan tersebut antara lain meliputi potensi gerakan radikal dan tantangan politik.
Nur Syam melihat, peristiwa pembakaran kantor kepolisian di Dharmasraya dan penyanderaan 1.500 orang di Papua merupakan gerakan radikal yang dipicu keinginan untuk merusak sendi-sendi kehidupan bangsa.
“Radikalisme dan ekstrimisme, saya kira masih potensial untuk memberikan kejutan pada bangsa Indonesia tentang keinginan mereka untuk mencederai kesepakatan berbangsa yang tertuang dalam empat pilar kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan,” tuturnya, Selasa (14/11).
Tantangan politik juga akan meningkat di tahun politik yang sebentar lagi datang. Lazim jelang pilihan umum intensitas politik meninggi. Berita hoax juga akan semakin menguat. “Di era cyber war ini, maka tantangan terbesar kita ialah bagaimana menghadapi media sosial yang terkadang tidak ramah terhadap kita,” ujarnya.
Hal kedua yang penting dalam menanggulangi radikalisme adalah meletakkan fondasi kebangsaan dan kenegaraan terhadap generasi muda. Mereka adalah penyambung estafeta kepemimpinan bangsa. Penguatan pendidikan karakter, menurutnya, untuk membangun kesadaran berbangsa dan bernegara tentu menjadi sangat penting.
"Kita-kita yang sudah senior ini ingin tersenyum di alam lain, melihat keberhasilan masyarakat Indonesia yang dibawakan oleh generasi yang sekarang sedang belajar ini. Sukses pendidikan adalah sukses Indonesia di masa depan,” katanya.
Sedangkan hal ketiga adalah membangun kerukunan umat beragama. Nur Syam menilai, saat ini kesetaraan dan toleransi di Indonesia sudah bagus. Namun, jalinan kerja sama antar sesama masih rendah. “Sudah seharusnya kemenag memiliki program untuk memperkuat kerja sama antar pemeluk agama,” lanjutnya.
Menurut Nur Syam, Kemenag sudah memiliki program-program unggulan dalam membangun kerukunan. Program itu antara lain: dialog antar dan intern umat beragama, perkemahan pemuda lintas agama, dan living together secara bergiliran dari penganut agama yang satu dengan lainnya.
“Jadi, mahasiswa UNHI bisa saja akan hidup bersama dalam satu waktu dengan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya di UNHI dan sebaliknya,” ajaknya.
“Saya kira upaya meredam gerakan radikalisme tidak cukup hanya dengan hard power sebagaimana yang dilakukan Densus 88, akan tetapi juga bisa melalui soft power yang dilakukan oleh semua kalangan masyarakat kita. Kita harus bekerja bersama untuk yang satu ini,” tandasnya.