REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI sekaligus Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Muhammad Jusuf Kalla (JK) mengungkap sebuah cara untuk menangkal paham radikalisme di masjid-masjid yang ada di Indonesia. Hal ini disampaikan JK usai membuka Muktamar VII DMI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (11/11).
"Cara mengelolanya pengurusnya harus paham dan juga siapa yang ceramah juga harus diketahui dia punya background-nya apa dan mengatur seperti itu," ujarnya kepada wartawan, Jumat (11/11).
Dua tahun mendatang juga disebut-sebut sebagai tahun politik dengan akan diselenggarakannya Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019. Namun, menurut JK, tidak ada ada yang perlu dikhawatirkan jika masjid dimanfaatkan sebagai tempat kampanye politik, karena sudah ada undang-undang yang tidak membolehkan hal itu.
"Undang-undangnya tidak membolehkan," ucapnya.
Ia mengatakan, berdasarkan pengalaman selama ini tidak ada juga yang berani memanfaatkan masjid sebagai kampanye politik. "Kalau sendiri ada kampanye masjid biasanya jamaah juga yang akan menghentikannya karena di masjid itu kan juga berbagai partai, berbagai pilihan. Jadi biasanya di masjid tak akan terjadi," katanya.
Ia menambahkan, meskipun masjid di Indonesia ada yang dimiliki perorangan atau kelompok tertentu, DMI akan mengantisipasi paham radikalisme atau kampanye politik dengan cara menyatukan sistem.
"Kita bersatu di tujuan, bersatu di sistem, bersatu dalam cara pengelolaan dan juga cara bagaimana membatasi untuk mengatur. Seperti itu lah jadi kordinasi-koordinasi ke bawah ini apa program kita dan perbaikan kita," jelasnya.