Jumat 10 Nov 2017 21:30 WIB
Teladan Umar bin Khattab

Nasihat Umar untuk Para Suami

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Pasangan suami istri
Foto: Republika/Prayogi
Pasangan suami istri

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Setelah bertemu dengan Khaulah binti Hakim, Umar bin Khattab pergi menuju tempatnya yang sederhana. Beberapa hari setelah itu, Umar didatangi seorang laki-laki asing yang tidak dia kenal.

Namun, tentu, laki-laki itu sangat mengenal Umar sebagai seorang pemimpin. Laki-laki itu datang keesokan harinya dengan tujuan ingin mengadukan istrinya karena sering marah-marah.

Setelah beberapa kali mendatangi kediaman Umar, laki-laki itu tidak pernah menjumpai Sang Khalifah. Si laki-laki hanya bertemu dengan istrinya yang menyampaikan pesan, Umar belum pulang. Beliau masih sibuk dengan urusan rakyatnya.

Kali ini, laki-laki itu tidak putus asa. Dia ingin sekali bertemu Umar dan yakin Sang Khalifah akan berada di tempat tinggalnya. Ini setelah jarak beberapa meter sampai ke rumah Umar, lelaki itu melihat sosok Sang Khalifah. Dia yakin itu adalah orang yang dia tuju.

Sampai di depan rumah, laki-laki itu tidak langsung mengetuk pintu karena mendengar suara keras yang ditujukan kepada Umar. Meski beberapa kali suara perempuan itu meninggi, tidak ada sepatah kata pun balasan dari suara lain. Suara lain yang dimaksud adalah suara Umar yang enggan membantah masalah-masalah sepele. Dia beranggapan masalah kecil tidak perlu diperbesar.

Setelah melihat dan mendengar keadaan Umar yang pasif ketika dimarahi istrinya, laki-laki yang ingin menceritakan keadaan istrinya yang sering marah-marah itu juga menjadi ragu, jika keluhannya akan didengar. Karena jika seorang amirul mukminin saja seperti itu, bagaimana denganku? gumamnya dalam hati.

Laki-laki itu pun pergi meninggalkan rumah umar. Namun, berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia mendengar suara umar memanggilnya. Apa keperluanmu? kata Umar.

Tanpa basa-basi, laki-laki yang telah menguping Umar dimarahi istrinya langsung berkata, Wahai, amirul mukminin, aku datang untuk mengadukan perangai buruk istriku dan sikapnya kepadaku. Tapi, aku mendengar hal yang sama pada istrimu, ujarnya.

Umar bin Khattab kemudian tersenyum. Dia pun mengisahkan kepada lelaki itu mengapa Umar yang keras begitu sabar menghadapi istrinya. Wahai, saudaraku, aku tetap sabar menghadapi perbuatannya karena itu memang kewajibanku.

Alih-alih menghardik istrinya, Umar malah menceritakan betapa besar jasa istrinya dalam kehidupannya di dunia. Bagaimana aku bisa marah kepada istriku karena dialah yang mencuci bajuku, dialah yang memasak roti dan makananku, ia juga yang mengasuh anak-anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya, katanya.

Umar bin Khattab kemudian menasihati lelaki itu bersikap sabar kepada istrinya karena istrinyalah yang membuat dia tenteram di sampingnya. Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka, aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya, katanya.

Wahai, amirul mukminin, istriku juga demikian, kata lelaki itu. Amirul mukminin pun menjawab, Maka, hendaknya engkau mampu menahan diri karena yakinlah hal tersebut hanya sebentar saja.

Laki-laki itu pun akhirnya pergi dan menjalankan apa yang diperintahkan Umar, yakni bersabar. Setelah ia menjalankan perintah Umar agar selalu sabar ketika mendapati istrinya yang sedang marah-marah, kini istrinya tidak marah lagi. Ternyata benar apa yang disampaikan Umar, marahnya seorang istri hanya sebentar, ujarnya dalam hati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement