REPUBLIKA.CO.ID, JOGJAKARTA -- Kondisi lumpuh selama 15 tahun yang dialami Sugiharto saat mengalami kecelakaan lalulintas pada 2002 membuatnya hanya bisa berbaring tak berdaya. Himpitan ekonomi keluarga membuat ayah satu anak itu hanya bisa pasrah.
Kisah pahit itu dialami Sugiharto yang hanya seorang guru ngaji di Desa Karang Bawang, RT 05/06 Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah. Namun hal itu tidak menyurutkannya untuk terus mengajarkan huruf-huruf Alquran kepada 40-an anak usia TK dan SD di sekitar tempat tinggalnya.
Pada saat kondisi fisiknya semakin parah -- luka bekas kecelakaan kembali kambuh -- Allah SWT membuka jalan dengan hadirnya Tim Medis dari Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) Daarul Qur’an Cabang Jogjakarta.
Dikomandoi Kepala Cabang, Maulana Kurnia Putra, Sugiharto akhirnya dibawa ke rumah sakit Nur Hidayah, Jalan Imogiri Timur KM 11,5 Trimulyo, Jetis, Bantul, Jogjakarta. Selama 10 hari menjalani perawatan di rumah sakit milik dr Sagiran, operasi pengangkatan pen di tulang belakang berjalan lancar. Saat disambangi tim PPPA Daqu Jogja, Kamis (9/11), kini Sugiharto terlihat lebih ceria dan tinggal menjalani fisioterapi.
Maulana mengisahkan saat melihat kondisi Sugiharto pada Agustus 2017 hanya mengelus dada menahan iba. ''Tidak bisa berkomentar apa-apa. Mas Dian, seorang perawat Klinik Daqu, dengan sigap menyiapkan obat-obatan ketika Bu Tisem mempersilahkan tim medis PPPA Daqu untuk melihat dan merawat luka di kaki Sugiharto yang sudah parah. Perban basah berwarna kuning dibuka, luka menganga selama 13 tahun tak kunjung dibersihkan membuat kami menelan ludah dan tidak bisa berkomentar apa-apa,''katanya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (9/11).
Kedua kaki dengan kondisi sama. ''Luka parah, minim medikasi, dan harus segera dibersihkan. Tidak ada pilihan selain membawa Sugiharto ke rumah sakit terdekat, kalau perlu ke rumah sakit di Jogjakarta untuk membereskan masalah di dua kaki Sugiharto yang sudah 15 tahun tidak bisa berjalan,'' ujar Maulana.
Dua minggu setelah kunjungan pertama pada awal Agustus 2017 ke kediaman Sugiharto, tim PPPA Daqu bersama tim medis dan beberapa relawan kembali menjenguk Sugiharto tanpa pemberitahuan. ''Selain medikasi, tim PPPA Daarul Qur’an membawakan pesanan Sugiharto untuk menjawab kerinduannya untuk membaca Alquran dan kitab-kitab hadits berhuruf pegon, tentunya kitab yang tidak lusuh dan berdebu,'' paparnya.
Maulana melanjutkan, 30 mushaf Alquran dan satu paket kitab Fathul Bahri membuat Sugiharto tersenyum lebar. ''Barangkali, ini adalah senyum terlebarnya selama beberapa tahun terakhir,'' tuturnya.
Sang ibu, Tisem (52 tahun), yang sangat telaten dan sabar merawat putra sulungnya haru melihat, anaknya, bisa kembali berbahagia di tengah kelumpuhan dan semangatnya mendakwahkan Alquran untuk anak-anak sekitar. Ia mengungkapkan, selama 16 tahun, Sugiharto terus mengajarkan bagaimana alif, ba, ta dibaca dengan fasih di sebuah kamar sempit berukuran 3x3 meter, dan 30-40 anak sembari antre di ruang tengah dan halaman depan rumah sederhananya setiap sore.
Tisem kemudian menceritakan kisah pahit itu sambil berlinang air mata. ''Kecelakaan itu persisnya di pertigaan Ajibarang pada 2002. Anak saya sedang mengendarai motor ditabrak bus Sinar Jaya. Setelah kejadian ia langsung dibawa ke Puskesmas, kemudian dirawat di Banyumas satu minggu lalu dirujuk lagi ke rumah sakit Islam di Solo bagian ortopedi selama 40 hari. Setelah dibawa pulang tidak ada lagi penanganan medis sampai saya merawatnya selama 15 tahun,'' kisahnya haru.
Sebenarnya, sambung ibu tiga anak itu, luka yang di kaki sudah sembuh. Karena terbaring terus di tempat tidur dalam waktu yang cukup lama, akhirnya kakinya luka. ''Dalam kondisi berbaring dia ngajar ngaji anak-anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) dari jam dua sampai jam lima sore,'' tuturnya.
Selama merawat, Tisem hanya merasa sedih. Namun saat ini dia tak henti-hentinya mengungkapkan rasa syukur karena Allah sudah menjawab doa-doa yang setiap hari dia panjatkan. ''Alhamdulillah sekarang banyak yang peduli, saya senang banget banyak yang bantu Sugiharto,'' ungkapnya penuh syukur.
Dari dulu Tisem bingung siapa yang mau menolong untuk melepas pen di punggungnya. Sebab, setiap hari dia sering merasakan kesakitan. ''Saya yakin, pasti suatu saat sembuh, setelah lepas pen pasti Allah kasih kesembuhan. Cukuplah penderitaan anak saya selama 15 tahun. Tapi saya tetap pasrah kepada Allah,'' katanya yakin.
''Sugiharto dari dulu memang guru ngaji, itu saja pekerjaanya. Dia mengajar tidak mau dibayar. Katanya kalau bayar, nanti nggak lancar, nggak ada yang mau ngaji. Dia hanya lulus SD. Dia pernah bilang ke saya, kepengen ngaji sampai seumur hidupnya. Sakit apapun tetap terus mengajar. Rezekinya ada terus,'' paparnya.