Rabu 08 Nov 2017 17:00 WIB

Kiat untuk Tetap Berlapang Dada

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Mentauhidkan Allah (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Mentauhidkan Allah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketahuilah, kata cendekiawan Muslim Dr 'Aidl al-Qarni dalam bukunya yang bertajuk Asbab Insyirah as-Shadr, di balik kesulitan terdapat kemudahan. Tak cuma satu kelonggaran, dua, tiga, bahkan tak terhingga, kerap berita gembira itu datang di luar nalar dan daya manusia. Dan yakinlah, di belakang setumpuk masalah yang mengimpit, Sang Khalik telah menyiapkan jalan keluar yang melapangkan dada.

Penulis buku fenomenal La Tahzan ini, mengutarakan beberapa kiat untuk tetap berlapang dada dan menerima anugerah yang diberikan kepada kita. Pertama yang menjadi faktor mendasar kelapangan hati, yaitu tauhid.

Mengesakan Allah SWT dalam keyakinan dan perbuatan. Dia yang paling berhak disembah dan kepada-Nyalah umat manusia meminta. Pemberi hidayah, rezeki, dan kesembuhan bagi mereka yang sakit.

Tauhid yang sama, sebut Ibnu Abbas seperti dinukilkan di Shahih al-Bukhari, yang ditekankan oleh Nabi Ibrahim AS, sewaktu dilemparkan ke kobaran api. Ibrahim berkata, "Hasbunallah wani'ma al-wakil (cukuplah Allah sebagai penolong dan penyelematan)." Api yang semula panas membara seketika menjelma bak salju nan dingin, seizin Allah.

Bertauhid, tak sekadar di lisan. Mesti ditopang dengan pengesaan-Nya di tiap tindakan, ucapan, dan sikap. Ingin lapang dada, tetapi perilaku tak mencerminkan tauhid. Kerap berdusta, berbuat lalim, mengambil hak orang lain. Bukannya lapang dada yang diterima, malah kesedihan dan kesusahan yang akan datang.

Faktor kedua, kata al-Qarni, bergaullah dengan orang-orang saleh. Saat berkumpul, mereka akan mengingat Allah. Ini berbeda dengan kebiasaan kalangan fasik. Perkumpulan yang mereka langsungkan kerap melalaikan-Nya. "Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS al-Ahzab [33]: 35).

Berzikir, mengingat Allah dalam situasi dan kondisi apa pun, membawa ketenangan batin dan ketenteraman jiwa. Bahkan, akan membuat hati bergetar hingga tak kuasa bertindak secuil maksiat apa pun.

Lihatlah, sewaktu Umar bin Khatab mendengar surah as-Shaffat ayat 26, ia berdiri lalu membuang tongkatnya dan berbaring di atas tanah. Sang Khalifah pun lantas diangkat ke rumahnya dan tetap dalam kondisi terbaring, sampai sakit sebulan efek meresapi ayat di atas.

Ketiga, papar al-Qarni, terima ketetapan dan takdir Allah SWT. Apa pun masalah yang Anda hadapi bukan untuk memojokkan dan menyudutkan Anda. Dan apa pun kesalahan yang Anda lakukan, bukan berarti Anda telah terjatuh 100 persen.

Seberapa pun banyaknya harta yang Anda sedekahkan, tetapi ingkar terhadap qadha dan qadar, maka hanya akan sia-sia. Dan ketahuilah, pemicu lapangnya dada Anda, ditentukan pada sejauh mana Anda percaya terhadap keputusan dan ketetapan Allah." Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (QS al-Qamar [54]: 49)

Rasulullah pernah menegaskan, selama aktivitas dan jalan yang dilalui benar dan bermanfaat, maka jangan lupa untuk meminta pertolongan kepada Allah. Hindari berandai-andai, yakni mengatakan: "Seandainya aku lakukan demikian pasti semua ini tak akan terjadi." Tetapi, titah Rasul, katakanlah, "Apa yang Allah tetapkan dan kehendaki, maka terjadilah."

Keempat, imbuh al-Qarni, bersikaplah qanaah, menerima apa pun yang Allah anugerahkan kepada Anda, apa dan berapa pun kadarnya. Salman al-Farisi meninggal dunia dengan membawa surban sambil tertawa, ia hidup dalam kekurangan dan kesederhanaan.

Tetapi, Salman terima nikmat apa pun dari-Nya. Bandingkan dengan Qarun, ia terlaknat akibat kerakusan terhadap harta. Firaun dan Abu Jahal, potret sosok yang tamak akan pangkat dan jabatan. "Seperti apa akhir mereka?" ketus al-Qarni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement