Senin 30 Oct 2017 09:58 WIB
Majelis Silaturahim Nasional Dideklarasikan

Kiai Pintar dan Kuasai Tekonologi, Ma'ruf Amin: Indonesia Menyejukan

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agus Yulianto
Ketua MUI, Maruf Amin
Foto: ROL
Ketua MUI, Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Silahturahim Nasional dideklarasikan pada acara Zikir dan Silaturahim Akbar untuk Nusantara Berkah bertema, "Dari Santri untuk NKRI" di kampus Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jawa Barat, Ahad (29/10). Dalam petikan deklarasi tersebut disebutkan, keragaman dan perbedaan harus dijadikan pijakan dasar dalam mewujudkan tatanan kebangsaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diridhai Allah SWT.

Rais Am PBNU sekaligus Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan, pesantren merupakan satu pilar dalam menjaga keragaman dan perbedaan. Kiai Ma'ruf juga berharap. pesantren mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.

"Metode pendidikan di pondok pesantren harus terus diperbaharui dengan mengikuti perkembangan teknologi," kata Kiai Ma'aruf dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (30/10).

Untuk itu, Kiai Ma'aruf mejelaskan, teknologi juga dapat menjadi wadah pengkaderan para santri. Sehingga, santri handal dalam penguasaan teknologi. Serta dapat menjadi pemimpin yang menjadi panutan bagi bangsa Indonesia.

"Kalau santrinya pintar, maka nanti akan menjadi kyai yang pintar dan jadi teladan. Bukan cuma umat Islam tapi teladan bagi seluruh masyarakat Indonesia," imbuh Kiai Ma'aruf.

Dengan hadirnya kiai yang pintar dan menguasai teknologi, lanjutnya, maka bangsa Indonesia akan senantiasa berada dalam situasi yang damai, aman, dan menyejukkan. Karena akan selalu ada kiai yang mampu meredam dan menjauhkan masyarakat dari ajaran radikal dan intoleran.

"Siapapun yang berniat merusak negara, akan berhadapan dengan kyai dan santri NU," tutur Kiai Ma'aruf

Menteri Komunikasi dan Informasi Rudi Antara menambahkan, perkembangan teknologi di Indoensia, terutama media sosial, selalu memiliki dua sisi. Yakni, sisi baik dan sisi buruk. Saat ini sisi buruk teknologi lebih mendominasi dunia digital, dengan banyak beredarnya berita hoax atau palsu.

Kondisi ini, kata Rudi, sangat berbahaya. Mengingat, tingkat literasi atau pengetahuan masyarakat tentang media sosial masih rendah.

Sehingga, pemerintah perlu mengajak semua elemen bangsa, terutama umat islam atau para santri sebagai umat terbesar di Indonesia, untuk sama-sama proaktif dalam mencegah hal-hal negatif di media sosial.

Rudi mencontohkan riset di bidang ekonomi. Riset membuktikan bahwa pada rentang 2014 - 2016, keyword (kata kunci) yang paling banyak dicari di google berkaitan dengan fashion adalah hijab. Mencapai 1,2 milyar pencarian.

"Hal ini jadi bukti bahwa banyak hal positif yang bisa dilakukan umat Islam melalui media sosial di bidang ekonomi," papar Rudiantara.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement