REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Sebanyak 146 anak muda yang merupakan peserta ASEAN Youth Interfaith Camp (AYIC) 2017 mempelajari toleransi dan nilai-nilai Islam di pesantren di Jombang, Jawa Timur. Para peserta berasal dari 21 negara di antaranya Tanzania, Hungaria, dan Madagaskar.
Ketua Direktur Pusat Studi ASEAN Unipdu, Zahrul Azhar menyampaikan dengan digelarnya AYIC diharapkan para peserta dapat memahami toleransi dari nilai-nilai Islam yang diajarkan di pesantren-pesantren Indonesia.
"Mereka biar tahu bagaimana hidup di pesantren dan saya meyakinkan bahwa pesantren adalah pusat peradaban toleransi yang sebenarnya di Indonesia," kata Zahrul di Unipdu, Jombang, Ahad (29/10).
Menurut Zahrul, para pemuda harus memiliki pemikiran yang positif terkait perbedaan yang ada. Karena itu, pemahaman nilai toleransi diperlukan untuk mencegah munculnya ancaman radikalisme.
Selain menginap di pesantren, para peserta juga akan menampilkan budaya dari masing-masing negara. Mereka juga mengunjungi desa yang menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Jombang, yakni Desa Ngepeh. Dalam agenda terakhir, para peserta juga akan mengunjungi makam Gus Dur.
"Kita ke taman ASEAN yang kita miliki. Kedua, ke Budha tidur di Trowulan Mojokerto. Ketiga, langsung menuju ke gereja tertua di pulau Jawa gereja Mojowarno. Lanjut ke Desa Ngepeh, desa itu satu komplek ada pure, gereja, masjid berdampingan," kata Zahrul.
Zahrul mengatakan acara AYIC ini akan menghasilkan sembilan poin dalam protokol Jombang. Protokol Jombang tersebut berisi imbauan kepada para pemimpin negara agar dapat melibatkan anak-anak muda dalam menjaga dan merawat nilai toleransi.
"Ada sembilan poin insyaAllah yang memberikan imbauan pada pemimpin negara untuk mengutamakan toleransi dan membudayakan harmoni itu," ujarnya.
Konsep toleransi dalam Islam inipun diharapkan dapat diterapkan di masing-masing negara. ASEAN Youth Interfaith Camp 2017 ini diselenggarakan dengan mengusung tema Tolerance in Diversity for ASEAN and World Harmony di Unipad, Jombang, Jawa Timur.