Kamis 26 Oct 2017 15:30 WIB

Pembangunan Ekonomi Pesantren Butuh Keseriusan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro memberikan kuliah umum kepada mahasiswa di Auditorium Gedung Dekanat FEB UI, Depok, Jabar, Kamis (26/10).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro memberikan kuliah umum kepada mahasiswa di Auditorium Gedung Dekanat FEB UI, Depok, Jabar, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pengembangan ekonomi pesantren dinilai butuh usaha serius apalagi bila fokusnya adalah sektor riil. Yang dibutukan untuk itu, tak cuma modal komitmen dan rekayasa kebijakan, tapi juga rekayasa sosial.

Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI Yusuf Wibisono menjelaskan, tawaran mendorong ekonomi syariah dari sektor riil merupakan ide menarik. Pesantren sangat beragam. Kalau mau memajukan pesantren secara keseluruhan, maka butuh usaha serius lintas sektor. Pemerintah harus serius dan langkahnya belum terlihat.

''Sebagai komitmen kebijakan, ini menarik. Tapi harus ada langkah konkret,'' kata Yusuf, Kamis (26/10).

Yusuf melihat, tawaran yang disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ingin mengatakan pengembangan ekonomi syariah akan berhasil bila umat Islam jadi pelaku utama, bukan hanya pasar. "Salah satu pelakunya adalah pesantren. Penyebutannya ini dalam kerangka sebagai pelaku aktif dan ke depan makin besar perannya," katanya.

Tapi, langkah menuju ke sana, dia nilai, belum jelas dan belum muncul dalam penjelasan Kepala Bappenas. Karena pengembangan sektor riil tidak cukup dengan retorika, tapi juga kebijakan afirmatif jangka panjang dan ukuran capaian yang jelas. ''Pengembangan sektor riil itu lebih berat dari sektor keuangan. 25 tahun sektor keuangan saja baru segini,'' ungkap Yusuf.

Yang dia tahu, masih banyak pesantren kurang tenaga ahli, lahan, dan modal untuk memandirikan ekonominya. Maka, harus jelas mau mulai dari mana menggerakannya. Misalnya, target awal adalah pangan pesantren mandiri. Kalau berlebih, baru bisa dijual. Tapi ini butuh upaya tidak mudah termasuk peningkatan kapasitas dan pengelolaan aset. ''Ini butuh visi panjang dan tidak cukup kalau pemerintah mendorong saja,'' ucap Yusuf.

Kesiapan pesantren juga jadi tanda tanya. Untuk itu, butuh intervensi banyak kebijakan. Yang dibutuhkan tidak hanya butuh rekayasa teknis, tapi juga sosial. Karena ini juga berkaitan dengan mengubah cara pandang dari selama ini mengkaji kitab lalu jadi turun ke pertanian. Pola pikir dan pola konsumsi juga akan berubah.

Rekayasa teknisnya belum terlihat apa lagi yang lain. ''Tapi ini tidak mustahil. Pesantren juga tidak menutup diri,'' kata Yusuf. Ada pesantren yang menggarap jasa keuangan syariah, pertanian, atau peternakan. Ada Pesantren Sidogiri dan Gontor yang jadi bisa contoh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement