Rabu 25 Oct 2017 16:45 WIB

Ini Eksperimen Pemurnian Air Ilmuwan Muslim

Ilustrasi ilmuwan Muslim saat mengembangkan sains dan teknologi pada era Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi ilmuwan Muslim saat mengembangkan sains dan teknologi pada era Dinasti Abbasiyah di Baghdad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Eksperimen pemurnian air yang presisi dan detail pertama kali disebutkan dalam buku peng obatan bangsa Arab. Ibnu Rubr al-Tatari (wafat pada 9 M) merupakan yang pertama menguraikan metode ini. Sayangnya, uraian itu tak sepenuhnya bisa dipahami.

Eksperimen itu kemudian disempurnakan oleh al- Tamimi dengan lebih akurat. Metode yang ia gunakan mirip dengan metode penjer nihan air skala laboratorium.

Al-Tamimi menjelaskan, untuk mendapatkan air berkualitas baik, air diambil saat sumber air pasang. Ini untuk menghindari tercampurnya material pengotor yang terlalu banyak seperti tanah. Kemudian, air dicampur dengan al-Shab, lalu disaring.

Al-Tamimi juga menyebutkan, bahan penjernih air lainnya seperti tumbukan biji aprikot, garam, dan cacahan kayu jati. Metode al-Tamimi itu kemudian berkembang di labo ratorium-laboratorium modern.

Teknik lainnya adalah filtrasi. Tahap ini merupakan bagian penting dalam permunian air untuk menghilangkan material tersisa se telah proses koagulasi, termasuk member sihkan dari polutan biologis seperti bakteri.

Proses ini dilakukan dengan melakukan air di lapisan pasir dan pecahan batu. Hasil pe nyaringan ini secara fisik tidak mengubah penampakan air. Metode ini tersurat dalam bahasa Sansekerta di kitab Swsrawta Samahita.

Dokter era peradaban Islam, Abu Bakr al- Razi menyebutkan beberapa metode untuk menyaring air keruh atau air yang mungkin tidak murni. Teknik yang ia gunakan bisa dibilang baru kala itu.

Abu Bakr al-Razi menggunakan gulungan wol. Air ditempatkan dalam gerabah lalu mu lut gerabah ditutup menggunakan lempengan logam berlubang yang permukaannya dilapisi wol. Air lalu dipanaskan perlahan. Saat sudah mulai basah karena uap air, gulungan wool lalu diperas.

Ibnu Sina juga menggunakan metode yang mirip. Ia menggulung wool dan meletakkannya dalam dua wadah. Air kotor dimasukkan dalam wadah pertama. Setelah didiamkan, air di wa dah pertama dipindahkan ke wadah ke dua dan kondisinya sudah bersih.

Metode pemurnian lainnya disebutkan oleh Ibnu Qaim al-Jawzih. Eksperimennya menggunakan air laut. Caranya adalah dengan menggali pasir di tepi pantai. Setelah air terkumpul di lubang pertama, gali lagi lubang kedua.

Setelah air tersaring alami dan berpindah ke lubang ke dua, gali lubang ke tiga agar air yang diperoleh benar-benar bersih.

Belakangan, metode semacam itu disebut filtrasi alami di mana manusia diuntungkan dengan struktur pasir sebagai penyaring. Tam pungan air di beberapa sumur yang digali di pesisir bisa dimurnikan dengan memindah kannya secara alami ke sumur lain agar air murni. Hanya saja, ini lebih mungkin dilakukan untuk air dengan kekeruhan rendah.

Tiga abad kemudian, sebuah buku karya Sir Francis Bacon (1561-1626 M) yang berjudul A Natural History of Ten Centuries memunculkan metode serupa. Buku ini menjelas kan fil trasi menggunakan pasir yang hingga saat ini masih digunakan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement