REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muamalah dalam masyarakat sudah berpadu dengan nilai-nilai kebiasaan masyarakat Indonesia. Salah satu kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang amat kuat adalah silaturahim. Jika ada tetangga yang sakit, lazim kita temui berduyun-duyun warga menjenguk tetangga yang sakit tersebut.
Terlebih, menjenguk orang yang sakit adalah sunah yang dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang menjenguk orang sakit akan berada di kebun-kebun surga sampai ia pulang. (HR Muslim).
Lalu, dalam perspektif Islam, apakah seorang Muslimah boleh menjenguk seorang lelaki bukan muhrim yang sedang sakit?
Syekh Yusuf Qaradhawi membahas khusus soal ini dalam kumpulan fatwa kontemporernya. Syekh Yusuf Qaradhawi membolehkan seorang wanita untuk menjenguk seorang lelaki yang bukan muhrimnya. Ia mendasarkan pendapatnya ini dari pendapat Imam Bukhari.
Imam Bukhari pernah membuat bab khusus berjudul 'Iyadatin-Nisa' ar-Rijal (Wanita Menjenguk Laki-laki) dalam kitab sahihnya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis jika Ummu Darda' pernah menjenguk seorang laki-laki Anshar dari ahli masjid. Imam Bukhari meriwayatkan secara bersambung sanadnya di dalam al-Adabul-Mufrad dari jalan al-Harits bin Ubaid, ia berkata, "Saya melihat Ummu Darda' di atas kendaraannya yang ada tiangnya tetapi tidak bertutup, mengunjungi seorang laki-laki Anshar di masjid."
Imam Bukhari juga meriwayatkan hadis Aisyah RA, ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal RA jatuh sakit, lalu aku datang menjenguk mereka, seraya berkata, 'Wahai Ayahanda, bagaimana keadaanmu?' 'Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?'" Aisyah berkata, "Abu Bakar apabila terserang penyakit panas, beliau berkata, 'Semua orang berada di tengah keluarganya, sedang kematian itu lebih dekat daripada tali sandalnya.' Dan Bilal apabila telah hilang demamnya, ia berkata, 'Wahai, merinding bulu romaku Apakah aku akan bermalam di suatu lembah Yang dikelilingi rumput-rumput idzkhir dan jalil Apakah pada suatu hari aku menginginkan air Majnah Apakah mereka akan menampakkan kebagusan dan kekeruhanku?'"
Aisyah berkata, "Lalu aku datang kepada Rasulullah SAW memberitahukan hal itu, lantas beliau berdoa, 'Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah seperti kami mencintai Makkah atau melebihinya.'"
Yang menjadi dalil kebolehan wanita menjenguk laki-laki dalam hadis tersebut ialah masuknya Aisyah menjenguk ayahnya dan menjenguk Bilal, serta perkataannya kepada masing-masing mereka, "Bagaimana engkau dapati dirimu?"
Pertanyaan tersebut menyiratkan seseorang yang menanyakan kabar kesehatan dari orang yang dijenguknya. Terlebih, Bilal bukan merupakan muhrim dari Aisyah. Rasulullah SAW pun tidak melarang apa yang dilakukan Aisyah, justru mendoakan kebaikan.
Namun, Syekh Yusuf Qaradhawi memberikan beberapa catatan bagi seorang Muslimah yang hendak menjenguk lelaki bukan mahramnya. Pertama, ia harus meninggikan sopan santun sebagai Muslimah. Mulai dari berjalan, gerak-gerik, memandang, berbicara, tidak berduaan antara seorang lelaki dan seorang perempuan tanpa ada yang lain, aman dari fitnah, diizinkan oleh suami bagi yang bersuami, dan diizinkan oleh wali bagi yang tidak bersuami.
Artinya, hendaknya dalam menjenguk lelaki yang sedang sakit dilakukan dengan ditemani muhrimnya agar terbebas dari fitnah.
Lewat kebolehan tersebut, Syekh Yusuf Qaradhawi juga menyarankan agar seorang suami dan wali tidak melarang istri atau putrinya menjenguk orang yang mempunyai hak untuk dijenguk olehnya. Namun, tetap dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Kebolehan wanita menjenguk lelaki yang sakit juga berlaku sebaliknya. Seorang lelaki diperbolehkan menjenguk wanita yang bukan muhrimnya. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Berdasar hadis dari Jabir Bin Abdullah disebutkan jika Rasulullah SAW menjenguk Ummu Musayyad dan menanyakan keadaannya. Saat itu, Ummu Musayyad mencela demam yang ia derita. Rasulullah SAW pun menganjurkan agar seorang Mukmin tidak mencela demam.
Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW juga berkesempatan menjenguk Bibi Hizam bin Hakim. Saat itu, Rasulullah SAW memberi kabar gembira jika orang yang sakit dan sabar, dosa-dosanya akan digugurkan.
Kebolehan lelaki menjenguk wanita yang sedang sakit, juga tetap memperhatikan adab dan menghindarkan diri dari peluang-peluang terjadinya fitnah.
Disarikan dari Dialog Jumat Republika