REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama telah menutup kegiatan Halaqah Ulama ASEAN 2017 di Jakarta pada Kamis (19/10). Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Keagamaan, Muhamad Murtadlo mengatakan, selanjutnya ulama ASEAN tersebut dituntut untuk memunuhi kebutuhan lembaga pendidikan Islam di negara berpenduduk Muslim.
"Beberapa lembaga mencoba mengajak kepada lembaga lain untuk silaturrahim dan untuk saling memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan, khususnya di sekolah minoritas seperti Kamboja, Vietnam dan lainnya," ujarnya kepada Republika.co.id usai acara penutupan Halaqah tersebut, Kamis (19/10).
Murtadlo juga berharap agar ulama dari 12 negara ASEAN, serta ulama dari Cina dan Timor Leste yang hadir dalam acara tersebut bisa menjalin komunikasi yang intensif, sehingga dapat memajukan lembaga pendidikan masing-masing. Menurut dia, lembaga pendidikan Islam ke depannya juga harus siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Artinya jangan sampai lembaga pendidikan Islam itu tidak siap. Karena itu harus menyiapkan SDM untuk mampu berkompetesi dalam konteks MEA itu," ucapnya.
Salah satu peserta dari Halaqah Ulama ASEAN, Khairudin Aljunaied mengatakan bahwa pendidikan Islam di tingkat Asia Tenggara masih banyak yang harus dibenahi. Karena itu, menurut dia, budaya keilmuan di lingkungan pendidikan Islam harus ditingkatkan.
Ia menuturkan, lembaga pendidikan Islam harus terus berupaya meningkatkan budaya literasi. Pasalnya, kata dia, budaya membaca umat Islam saat ini masih rendah. Hal ini berbeda dengan masyarakat Eropa yang gemar membaca.
Karena itu, Khairudin menyerukan agar pendidikan Islam di ASEAN saling belajar antar satu dengan lainnya. Kita belajar banyak institusi, ambil yang baik dan buang yang buruk. Kosmopolitan bukan berarti membuang agama kita, malah justru kita lebih kuat beragama Islam, katanya.