Selasa 17 Oct 2017 07:34 WIB

Nasihat Khalifah Umar Kepada Gubernur Mesir Terkait Penggusuran Kaum Miskin

Seorang warga berdoadi tengah aksi jelang penggusuran permukiman yang terkena proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9)
Foto:
Warga Kampung Luar Batang korban penggusuran bertahan dibawah terpal di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (19/4). (Republika/Agung Supriyanto)

Sesampai di Madinah,  ia mendapati kenyataan yang dil luar dugaanya. Sungguh ia tak menyangka, Khalifah yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang mewah.  Umar pun begitu gampang ditemui karena berbaur dengan warga layaknya orang biasa. Kakek Yahudi ini  bahkan kemudian diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.

“Ada keperluan apa Tuan datang jauh-jauh kemari dari Mesir?” tanya Khalifah Umar.

Meski Yahudi tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, tetapi kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk sehingga dengan lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak kerja kerasnya seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil, sampai perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid megah diatas tanah miliknya.

Mendengar ceritanya,  mendadak roman muka Umar bin Khattab berbuah merah padam. Dengan murka ia berkata,

“Perbuatan Amr bin Ash sudah keterlaluan!”

Dan sesudah agak meredakan emosinya yang meluap, Umar lantas menyuruh Yahudi tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang eronggok di dekatnya. Yahudi itu pun ragu melakukan perintah tersebut. Dia bertanya-tanya: Apakah ia salah dengar?

Tetapi setelah tulang diambil dan kemudian diserahkan kepada Umar, maka oleh sang Khalifah, tulang itu digoreti huruf alif lurus dari atas ke bawah, lalu dipalang di tengah-tengahnya menggunakan ujung pedang. Kemudian tulang itu diserahkan kepada si kakek seraya berpesan, “Tuan. Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada gubernurku Amr bin Ash.”

Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar tidak waras?

“Maaf, Tuan Khalifah.” ucapnya tidak puas, “Saya datang kemari menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang Tuan berikan. Melainkan sepotong tulang yang tak berharga. Bukankah ini penghinaan atas diri saya?”

Umar tidak marah. Ia meyakinkan dengan penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itulah terletak keadilan yang Tuan inginkan.”

Maka, walaupun sambil mendongkol dan mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau busuk. 


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement