Selasa 03 Oct 2017 20:00 WIB

Bukan Bangsa Barbar

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Bangsa Viking/Ilustrasi
Bangsa Viking/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Peradaban kuno tak selalu berasosiasi dengan sifat barbar atau primitif. Bangsa Viking, misalnya, tampaknya merupakan warga kota yang senang berkunjung ke berbagai tempat baru dan menuliskan pandangan mereka. Bahkan, ada orang-orang Viking yang berhasil mencapai Baghdad dan menimba ilmu di sana seperti Ibnu Fadlan. Ibnu Fadlan sendiri dikenal sebagai pria yang bersih.

Orang-orang Viking yang telah menjadi Muslim juga dikenal sebagai pedagang yang murah hati dan senang membantu orang lain. Orang-orang juga membantu mereka yang meng hadapi gangguan.

Para wanitanya mengenakan perhiasan perak dan emas. Mereka memiliki kotak perak yang dikalungkan dengan selipan pisau. Perhiasan favorit mereka adalah ornamen kaca hijau. Perhiasan yang mereka pakai menunjukkan tingkat kesejahteraan suami mereka.

Anggapan bahwa orang Viking bukan orang yang memelihara keber sihan tampaknya bisa dipatahkan de ngan ar tefak yang dikumpulkan para arkeolog. Sisir, pisau cukur, pencabut rambut, dan pembersih telinga adalah beberapa barang yang para arkeolog temukan dari situs bangsa Viking. Se lain itu, orang Viking juga punya fasilitas mandi, lengkap dengan pasta sabunnya.

Selain dengan Muslim, orang Viking juga melakukan kontak dengan bangsa-bangsa lain yang kemudian turut mem ben tuk bahasa, huruf, agama, dan mitos mereka sendiri. Mereka juga sudah mengenal jam matahari, kompas, dan metode seni ukir meskipun orangorang Viking tinggal di berbagai daerah.

Hal serupa juga ada pada komunitas Muslim kala itu. Islam mengembangkan peradaban sendiri dengan penganut yang tersebar di berbagai tempat yang juga masih memegang kultur setempat. Mata uang dinar dan dirham juga pernah menjadi mata uang sekuat euro dan dolar saat ini. Anggapan bahwa Viking merupakan bangsa berperadaban barbar dinilai para ilmuwan lebih karena kurangnya pengetahuan.

Penemuan-penemuan yang ada diharapkan mampu memberi pencerahan atas prasangka buruk yang ada. Hal ini juga diharapkan bisa menghilangkan amnesia sejarah di mana peradaban Islam layaknya peradaban Cina, India, atau peradaban non-Eropa lainnya juga bisa jadi bahan edukasi utama. Sebab peradabanperadaban itu juga berkontribusi bagi perkembangan dunia modern saat ini.

Ada periode 1.000 tahun yang hilang dalam sistem edukasi Barat hari ini. Semua pelajaran seolah melompat dari era Yunani ke era Kebangkitan dan jeda di antara keduanya disebut Abad Kegelapan. Yang diketahui orang-orang Eropa dari Arab hanyalah kisah 1001 Malam, Ali Baba, Aladin, dan lainnya. Hal itu dinilai mengganggu pandangan generasi muda terhadap kebudayaan Islam dan peradaban saat ini.

Temuan cincin bermata ungu itu sendiri hanya celah kecil dari sekian luas informasi yang belum tergali soal hubungan antara Islam dan Eropa. Ma sih banyak artefak yang belum tergali dan banyak buku yang belum diterje mahkan untuk mengemukakan pe ma haman yang lebih utuh dari dua dunia yang sering dianggap terpisah ini. Pa da hal, peradaban masa lalu meng ajar kan bahwa orang-orang dari berbagai latar dan kepercayaan bisa hidup dalam harmoni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement