REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oleh: Nur Farida
Mati adalah sesuatu yang pasti akan dialami manusia, juga makhluk hidup lainnya. Namun, tidak ada yang tahu kapan ia akan datang. Manusia dianjurkan untuk sering mengingat mati agar hidupnya lebih bermakna, diisi dengan amal saleh dan menjauhi amal salah. Dalam hadis, Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabatnya, "Perbanyaklah kalian dalam mengingat penghancur segala kelezatan dunia, yaitu mati." (HR at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah).
Ketika sudah waktunya, kematian itu akan menjemput siapa pun, tanpa ada yang mampu memundurkan atau mempercepatnya. "Katakanlah (wahai Muhammad), kematian yang kalian takuti itu pasti akan datang menemui kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Tuhan Yang Mahamengetahui hal-hal gaib dan nyata. Lalu Dia akan memberitahukan segala apa yang telah kalian lakukan di dunia." (QS al-Jumu'ah [62]: 8).
Karena itulah, manusia dituntut untuk mempersiapkan diri dan bekal setelah mati. Nabi SAW bahkan menyebut orang yang demikian sebagai orang cerdas. "Orang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati." (HR at-Tirmidzi).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW ditanya salah seorang Anshar yang dibawa Ibnu Umar menemuinya, "Wahai Nabi, siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia?" Beliau menjawab, "Orang yang paling banyak dalam mengingat mati dan paling siap menghadapinya. Merekalah orang paling cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat." (HR at-Tirmidzi).
Orang yang mengingat mati sejatinya sadar bahwa apa pun tidak ada artinya jika tidak digunakan untuk hal-hal positif yang menjadi bekalnya nanti. Ada banyak manfaat dari mengingat mati, di antaranya melembutkan hati. Suatu ketika, seorang wanita mengeluhkan hatinya yang keras. Aisyah menyarankan, "Perbanyaklah mengingat mati, niscaya hatimu menjadi lembut." Beberapa hari kemudian, wanita itu menemui Aisyah lagi dan berterima kasih karena ia merasa hatinya telah menjadi lembut berkat saran Aisyah sebelumnya.
Mengingat mati juga membuat seseorang hidup qanaah (merasa cukup dengan pemberian Allah). Ia akan memandang merasa ringan, meskipun hidupnya susah. Karena ia tahu bahwa kesusahan di dunia tidaklah lebih hebat dari kematian. Ka'ab bin Malik, salah seorang sahabat Nabi SAW, berkata, "Siapa yang mengetahui hakikat kematian, pasti segala penderitaan dan kesusahan dunia menjadi ringan." Dalam kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin, Syamith bin 'Ajlan berkata, "Siapa yang menjadikan maut di hadapan kedua matanya, dia tidak peduli dengan sempit atau luasnya dunia."
Ali bin Abi Thalib RA pernah mengatakan, "Sesungguhnya kematian terus mendekati kita, dan dunia terus meninggalkan kita. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini, di dunia ini, adalah beramal dan tidak ada hisab, sementara esok di akhriat adalah hisab dan tidak lagi bisa beramal."
Imam al-Qurthubi dalam kitab at-Tadzkirah mengutip ucapan ad-Daqaq tentang keutamaan orang yang banyak mengingat mati; pertama, membuat seseorang segera bertobat; kedua, membuat hati seseorang menjadi qanaah; ketiga, membuat seseorang bersemangat dalam melakukan amal ibadah. Adapun orang yang tidak mengingat mati, ia akan menunda-nunda tobat, tidak ridha dengan ketentuan Allah, dan bermalas-malasan dalam beramal ibadah.
Mengingat mati tidaklah membuat orang menjadi malas beraktivitas, justru akan bersemangat dan memaknai kehidupan dengan baik. Orang yang sering mengingat mati akan selalu mendekat kepada Allah, menjauhi segala keburukan, dan selalu beramal saleh. Sebab, ia sadar dengan itulah ia sejatinya tengah mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhirat yang abadi. Dunia hanya sementara, sementara akhirat adalah abadi. Betapa rugi orang yang lebih memilih dunia daripada akhirat. Wallahu a'lam. ¦