Rabu 06 Sep 2017 14:30 WIB

Ibnu Sina dan al-Gazali Bicara Soal Ruh, Ini Penjelasannya

Ibnu Sina
Foto: blogspot
Ibnu Sina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama abad ke-10, Ibnu Sina membagi jiwa atas tiga macam, yaitu jiwa nabati (an-nafs an-nabatiyah), jiwa hewani (an-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa insani (an-nafs al-insaniyah). Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi makan, tumbuh, dan berkembang.

Jiwa hewani adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan iradat (kehendak). Sedangkan, jiwa insani adalah kesempurnaan awal bagi benda yang hidup dari segi melakukan perbuatan dengan potensi akal dan pikiran serta dari segi mengetahui hal-hal yang bersifat umum.

(Baca: Hakikat Ruh)

Jiwa insani inilah yang dinamakan dengan ruh, sebagaimana para filsuf Islam menyamakannya dengan an-nafs an-natiqah (jiwa manusia). Sebelum masuk atau berhubungan dengan tubuh disebut ruh, sedangkan setelah masuk ke dalam tubuh dinamakan nafs yang mempunyai daya (al’aql), yaitu daya praktik yang berhubungan dengan badan dan daya teori yang berhubungan dengan hal-hal yang abstrak.

Al-Gazali mengartikan an-nafs berdasarkan arti khusus dan arti umum. Dalam arti khusus, an-nafs merupakan sumber akhlak yang tercela dan harus diperangi. Sedangkan, dalam arti umum, an-nafs adalah  hakikat manusia, yang oleh para ahli filsafat Islam disebut dengan an-nafs an-natiqah.

Selanjutnya al-Gazali menambahkan bahwa kalbu, ruh, dan an-nafs al- mutma’innah merupakan nama-nama lain dari an- nafs an-natiqah yang hidup, aktif, dan mengetahui.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement