REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pimpinan Majelis Ta''lim Wirausaha (MTW), Ustad Valentino Dinsi mengatakan, jumlah masjid yang terdaftar di Indonesia ada sekitar 950 ribu masjid. Sementara, masjid yang tidak terdata masih banyak jumlahnya. Hanya saja tidak ada yang secara serius memikirkan bagaimana membangun ekonomi umat berbasis masjid.
"Makanya saya menulis buku (Panduan Masjid Mandiri), selama tiga tahun lebih ini saya mengkampanyekan membangun ekonomi umat berbasis masjid secara konsisten ke seluruh masjid-masjid di Indonesia," kata Ustaz Dinsi kepada Republika.co.id, Senin (4/9).
Ia menerangkan, namun ada beberapa kendala untuk membangun ekonomi umat berbasis masjid. Kendala yang pertama, pemahaman umat tentang fungsi masjid belum cukup. Di beberapa masjid bahkan ada yang melarang orang membicarakan tentang masalah ekonomi di dalam masjid. Padahal yang dilarang oleh Rasulullah itu tidak boleh bertransaksi di dalam masjid. Sebenarnya, dulu membicarakan masalah ekonomi, umat, perang dan politik di dalam masjid.
"Jadi yang pertama tentang masalah kepahaman masyarakat, tentang bagaimana fungsi masjid," ujarnya.
Ia menerangkan, yang kedua, umat tidak tahu cara membangun ekonomi umat berbasis masjid. Mereka bingung, usaha seperti apa yang akan mereka buat di masjid. Sebab mereka bukan pengusaha. Padahal ada 14 contoh jenis usaha yang bisa dibangun di masjid-masjid, seperti yang dijelaskan di dalam buku Panduan Masjid Mandiri.
Menurutnya, kalau pun mereka tahu usaha yang bisa dibangun di masjid, dari mana mereka akan memulai membangun ekonomi umat berbasis masjid. Selain itu, masih banyak masjid-masjid yang tidak terkoneksi antara satu dengan yang lainnya.
"Makanya saya mencoba, Majelis Ta''lim Wirausaha yang saya pimpin ini menyatukan masjid-masjid di seluruh Indonesia agar masuk ke dalam satu jaringan," ujarnya.
Ustaz Dinsi menjelaskan, ketika terjadi peristiwa 212, salah satu model yang diluncurkan untuk membangun ekonomi umat berbasis masjid adalah Kita Mart. Kita Mart dimiliki 576 jamaah yang terdiri dari 72 masjid dan mushola. Melalui Kita Mart, mencoba membuat model bisnis berjamaah yang disebut sharing ekonomi.
Menurutnya, model bisnis yang cocok untuk umat Islam adalah model bisnis sharing ekonomi. Di dalam sharing ekonomi melibatkan masyarakat dan umat sebagai konsumen. Di satu sisi umat juga sebagai pemilik.
"InsyaAllah kami akan menjadikan umat sebagai produsen. Kedepannya InsyaAllah umat akan menjadi sebagai konsumen, produsen dan pemilik. Dengan cara seperti ini bisa menjadi bisnis yag adil," jelasnya.