Sabtu 02 Sep 2017 23:00 WIB

Pemimpin Cerdas

Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oleh: Imam Nawawi

 

Seorang pemimpin sepatutnya memiliki kecerdasan. Tidak saja dalam konteks membangun tata kota, pengelolaan negara, tetapi juga cerdas dalam menilai bawahannya secara objektif. Sehingga diri dan seluruh rakyat yang dipimpinnya selamat dari kebinasaan.

Al-Hajib al-Manshur adalah satu dari sekian banyak pemimpin cerdas dalam sejarah Islam. Al-Hajib berkuasa selama 26 tahun, terhitung sejak 366 H-392 H atau dari 976 M-1002 M.

Tidak saja berhasil membangun Cordova yang aman, tenteram, dan makmur, ia juga sangat cerdas dalam memperlakukan orangorang terdekatnya. Pada suatu waktu, al-Hajib diadang seorang pria biasa dari kalangan rakyat kebanyakan untuk menuntut keadilan darinya. Pria itu mengatakan, "Aku punya kasus kezaliman namun qadhi tidak memutuskan dengan adil untukku." Mendengar aduan itu, ia segera memanggil qadhi untuk meminta penjelasan.

Maka qadhi mengatakan, "Kasusnya bukan pada saya, tetapi pada al-Wasith (kedudukan serupa wakil perdana menteri)." Lalu, al- Hajib langsung memanggil sang al-Wasith. "Lepaskan pakaian kebesaran dan pedangmu! Lalu duduklah seperti orang biasa itu di hadapan qadhi!"

Kemudian al-Hajib berkata, "Sekarang periksalah kasus mereka!" Sang qadhi pun memeriksa kasus mereka lalu berkata, "Sesungguhnya kebenaran bersama pria biasa ini, dan hukuman yang tepat untuk al-Wasith adalah ini dan ini."

Mendengar itu, al-Hajib langsung menjalankan keputusan qadhi bahkan al-Hajib menambah hukumannya. Sampai sang qadhi ber kata, "Tuan, saya tidak pernah memutuskan semua hukuman ini."

Al-Hajib pun menjawab, "Sesungguhnya ia melakukan ini semua tidak lain karena merasa dekat denganku. Karena itu, saya menambah hukumannya agar ia sadar bahwa kedekatannya itu tidak memberinya jalan untuk melakukan kezaliman terhadap rakyat."

Demikianlah sikap pemimpin cerdas, selalu tegas, dan adil dalam membuat keputusan. Baginya tidak ada gunanya pujian para bawahan yang suka memuji jika dalam kesehariannya justru lebih sibuk mencari muka daripada ikhlas bekerja.

Dalam hal ini Rasulullah memberikan keteladanan. Aisyah berkata, "Orang-orang Quraisy sedang berunding tentang keadaan seorang perempuan yang harus dipotong tangannya karena mencuri. Mereka berkata, 'Siapa yang harus menyampaikan masalah ini kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?''

Mereka menjawab, "Tiada lagi yang pantas selain Usamah bin Zaid kekasih Rasulullah." Usamah pun menyampaikan hal itu kepada beliau, lalu beliau bertanya, "Akankah kalian melindungi orang yang terkena salah satu hukum Allah Taala ?"

Beliau berdiri dan berpidato, "Sesungguhnya yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa, jika orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkan. Tapi bila yang mencuri orang lemah, mereka melaksanakan hukuman. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya." (HR Bukhari dan Muslim). ¦ 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement