Selasa 22 Aug 2017 17:15 WIB

Rumus Menjadi Orang Terbaik

Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Untuk menjadi orang terbaik dan tersukses di tengah-tengah manusia, sebenarnya sederhana saja. Cukup menjadi orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain. Itulah rumus yang diberikan Rasulullah SAW, "Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR Ahmad, Thabrani, Darulquthni, disahihkan al-Bani dalam as-Silsilah as-Shahihah).

Rumus Rasulullah SAW ini sangat sesuai dengan konsep dunia modern, baik ditinjau dari aspek ekonomi, politik, sosial, dan lainnya. Rumus ini pun sudah terbukti ampuhnya. Rumus ini telah dipraktikkan para sahabat Rasulullah SAW yang diyakini telah sukses dalam kehidupan. Para sahabat tersebut meyakini, untuk menjadi orang sukses, tipsnya sederhana. Hanya perlu menjadi orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Utsman bin Affan, misalnya. Seorang pria sukses, pebisnis kaya, dan juga khalifah ketiga bagi umat Islam. Utsman berprinsip, ia tak mau ketinggalan ketika ada peluang untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat. Ia akan tampil sebagai orang yang paling banyak dan paling besar menebar manfaat bagi orang lain.

Ketika kaum Muslimin hijrah dari Makkah ke Madinah, mereka dilanda kesulitan air. Saat itu, ada sebuah sumur milik seorang Yahudi di Madinah yang airnya diperdagangkan. Utsman peka membaca kesulitan kaum Muslimin soal air ini. Ia melihat, banyak di antara kaum Muhajirin yang tak membawa harta benda ketika berhijrah ke Madinah. Mereka tak sanggup jika membeli air yang sangat mahal dari si Yahudi Madinah.

Akhirnya, Utsman pun membeli setengah sumur tersebut dari si Yahudi. Hitung-hitungannya, sehari sumur itu milik Yahudi dan sehari esoknya milik Utsman bin Affan. Utsman tak segan mengeluarkan uang sebanyak 12 ribu dirham untuk membeli sumur tersebut.

Ketika giliran hak pakai Utsman bin Affan, kaum Muslimin bergegas mengambil air sumur itu untuk keperluan dua hari secara gratis. Dengan demikian, ketika giliran hak pakai si Yahudi, tak ada lagi kaum Muslimin yang membeli air darinya. Ia merasa rugi dan akhirnya menjual saham kepemilikannya yang separuh lagi kepada Utsman seharga 8.000 dirham. Kaum Muslimin pun bisa leluasa memanfaatkan sumur tersebut kapan saja. Sehebat apa pun suatu bisnis, seperti yang dimiliki si Yahudi ini, akan gulung tikar jika berhadapan dengan pebisnis yang menebar manfaat.

Karena persoalan sumur ini saja, elektabilitas dan popularitas Utsman naik di mata kaum Muslimin. Selanjutnya, bisnis apa pun yang dilakoni Utsman disambut baik kaum Muslimin. Kekayaannya di Madinah jauh naik berlipat-lipat karena mendapat simpati dari umat Islam. Utsman tercatat sebagai salah satu sahabat paling kaya ketika itu.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement