Senin 21 Aug 2017 23:50 WIB

‘Kering’ Hikmah Sejarah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sesi panel 'Kisah Matematika' diakhiri dengan paparan dari guru besar matematika Universitas Oxford sekaligus petinggi di Departemen Pendidikan Lanjutan dan Institut Matematika, Prof Marcus du Sautoy. Du Sautoy membuka pembicaraannya dengan kritik soal pengajaran matematika di lembaga pendidikan yang, menurutnya, sangat ahistoris.

Siswa dan mahasiswa hanya belajar dari apa yang ada pada buku teks tanpa tahu dari mana pengetahuan itu datang. ''Mereka seperti diminta belajar dari buku yang jatuh dari langit begitu saja,'' kata Du Sautoy.

Hal itu ia rasakan betul. Sebab, saat menulis buku matematika populer untuk pertama kali, Du Sautoy juga mendapat kritik dari editornya yang seorang sejarawan, betapa tulisannya terlalu melompat-lompat dan 'kering' hikmah sejarah. Dari sana, sebagai seorang matematikawan, Du Sautoy memulai perjalanan memahami bagaimana sebuah ide muncul.

Dari penelaahannya, Du Sautoy yakin bahwa kisah matematika bermula dari pemungutan pajak di era peradaban Mesir Kuno dan Babylonia Kuno. Saat Mesir Kuno dan Babylonia Kuno membangun bangsa mereka, mereka juga mulai menarik pajak dengan konsep yang bermula dari tepian Sungai Nil. Menurut konsep itu, pajak hanya ditarik dari area di luar tepian sungai Nil.

Dalam serial dokumenter 'Kisah Mate matika' yang disiarkan BBC, topik ini meng eksplorasi masa Yunani, Mesir, dan Babylonia Kuno. Satu hal yang mengejutkan Du Sautoy adalah rentang sejarah mate matika yang asalnya dari Timur di mana penyumbangnya adalah Muslim, Cina, dan India.

Du Sautoy menjelaskan, bagaimana rute perdagangan juga turut membawa dan mengembangkan pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain hingga ke Eropa. Misalnya, penemuan angka. Du Sautoy mengklarifikasi, angka tidak hanya angka Arabik, tapi angka India-Arabik. ''Penciptaan angka nol sebenarnya berasal dari budaya India. Namun, bangsa Arab mengambilnya dan membuatnya sebagai pengetahuan dan aplikasi yang berlanjut,'' kata Du Sautoy.

Ia juga menjelaskan, bagaimana orangorang Babylonia mengembangkan teka-teki kriptis seperti bahasa matematis. Ke mudian, Al-Khawarizmi-lah yang mem ban tu peradaban Islam memahami teka-teki itu. Menurut Du Sautoy, "Kisah Matema tika" layak dirayakan karena membuat hidup manusia lebih menarik. Sekat-sekat sains harusnya juga diruntuhkan karena sains saling terhubung. Bahasa baru mela lui grafik dan gambar telah muncul dan mengubah cara berpikir manusia saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement