REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zain menegaskan, bahwa perdebatan terkait kebijakan full day school bukan semata-mata persoalan NU dengan Muhammadiyah. Menurut pria kelahiran Cirebon ini, perdebatan soal full day school adalah persoalan sikap kritis terhadap sebuah kebijakan.
"Bagi NU, Muhammadiyah adalah bagian dari keluarga besar yang jika satu tersakiti, maka yang lain juga akan tersakiti," ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (17/8).
Dia juga mengatakan, PBNU tidak pernah menganggap Mendikbud Muhadjir Effendy sebagai kader Muhammadiyah, namun PBNU memandangnya murni sebagai pejabat pemerintahan. "Bagi kami, seorang kader yang sudah jadi pejabat pemerintahan bukanlah representasi ormas lagi, namun lebih dari itu sudah merupakan bagian dari Pemerintah," ucapnya.
Karena itu, jika ada kebijakan yang dirasa melenceng dari jalurnya maka PBNU tidak segan untuk melontarkan kritik. Menurut dia, sikap PBNU yang seperti itu sudah lama dilakukan, termasuk terhadap kepada pejabat-pejabat yang berlatar belakang NU.
"Maka, kami tegaskan sekali lagi polemik soal FDS ini bukan hanya semata soal dua keislaman yang moderat ini," katanya.
Seperti diketahui, tambah dia, sampai saat ini gelombang penolakan FDS terus bergulir. Rabu (16/8) kemarin, di Nusa Tenggara Barata (NTB) setidaknya ada puluhan ribu massa yang melakukan demonstrasi FDS. Sebelumnya di Tasikmalaya juga puluhan ribu santri menggelar aksi damai menolak FDS.
"Kami berpesan kepada siapapun yang menggelar aksi, harus menjunjung tinggi akhlakul karimah dan juga mengedepankan etika. Ini mutlak dan wajib dilakukan. Aksi boleh, namun etika harus ditegakkan," ujar Helmy.