REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum menerima hidayah Islam, Lynne M Mcglynn-Aisha menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai seorang ateis dan agnostik. Pengalaman masa lalu yang kelam sekaligus pahitlah yang membuat perempuan itu menolak keberadaan Tuhan.
Dia berkisah, ketika masih kecil, aku kerap pergi ke gereja. Tetapi aku justru dilecehkan dengan sangat buruk oleh pimpinan gereja setempat selama bertahun-tahun, hingga akhirnya aku lari dari rumah ketika berusia 13 tahun. “Sejak saat itu, aku menjalani hidup sendirian,” tutur Lynne membuka kisah hidupnya.
Awalnya, dia menjalani masa kanak-kanaknya dengan baik. Seperti teman-teman sebayanya kala itu, hari-hari Lynne kecil diisi dengan bermain dan suasana penuh tawa. Namun, semuanya berubah ketika dia menginjak umur enam tahun.
Berbagai peristiwa buruk mulai menimpa hidupnya. Mulai dari pelecahan seksual, hingga berbagai penyiksaan fisik dan verbal yang tidak dapat dia ungkapkan dengan kata-kata. Semua kenangan mengerikan itu terus membekas dalam ingatan Lynne sampai hari ini. Malang betul nasibnya, belakangan dia mengetahui jika dirinya ternyata anak hasil korban perkosaan. “Kenyataan ini lebih menyakitkan lagi,” katanya memaparkan.
Sejak lari dari rumah, mulailah Lynne menjalani kerasnya kehidupan jalanan secara berpindah-pindah dari Kanada, Amerika Serikat, sampai ke Meksiko. Semua pekerjaan buruk pun dilakukannya, mulai dari mencuri, menipu, melacur, mengedarkan narkoba, hingga menjadi pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang. Kehidupan semacam itu dilaluinya selama kurang lebih 10 tahun.
Dalam kurun waktu tersebut, batin Lynne selalu diliputi kegundahan. Nasib buruk seolah-olah tidak mau lepas dari hidupnya. Ketika berada di Meksiko, Lynne sempat masuk bui. Di dalam penjara, dia diperkosa beramai-ramai (gang rape) oleh sejumlah oknum polisi federal setempat.
Dalam keterpurukan, ia mengutuk Tuhan dan tak lagi memercayai keberadaannya. “Selama hidup di jalanan, aku mencapai titik nadir paling rendah dalam hidupku,” ungkapnya.