REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Roger Garaudy menghadirkan lima rukun Islam untuk menggambarkan bagaimana tahap-tahap dalam agama ini dalam mewujudkan perubahan yang konkret di masyarakat. Arahnya bermula dari individu (-individu) dan meluas kepada subjek kolektif.
Dalam Promesses de l'Islam, dia menjelaskan, rukun pertama adalah ikrar orang per orang yang mengakui bukan hanya eksistensi Tuhan, melainkan juga tunduknya alam semesta ini, termasuk manusia, kepada- Nya di sepanjang sejarah.
Rukun kedua, yakni shalat, bagi Garaudy merupakan partisipasi yang sadar dari manusia. Secara horizontal, ketundukan manusia disimbolkan pada satu arahnya ke Ka'bah di Mekkah. Adapun secara vertikal pada puja dan pujian yang tertuju hanya kepada Allah. Dengan demikian, dua gravitasi horizontal- vertikal itu terjadi secara bersamaan ketika seseorang shalat.
Rukun ketiga, puasa di bulan Ramadhan, dalam perspektif Garaudy adalah penegasan kemerdekaan manusia terhadap keakuan atau ego-pribadinya. Begitu keserakahan pribadi direm 30 hari lamanya maka empati sosial dapat tumbuh di dalam diri. Puasa mengingatkan kita tentang adanya orang-orang lapar, seperti adanya aku-yang-lain, kata Garaudy.
Perluasan pengaruh individual ke kolektif-sosial terjadi pada rukun keempat, yakni zakat. Zakat tidak sama dengan sekedah karena merupakan sebuah kewajiban individual.
Dia menekankan, zakat itu semacam keadilan yang tebersit di dalam diri untuk kemudian dilembagakan untuk mewujudkan solidaritas sosial. Zakat merupakan puncak pengakuan praktikal bahwa tidak ada kepemilikan diri sebab segalanya adalah milik Allah.
Terakhir, rukun Islam kelima merupakan perwujudan identitas keumatan global. Dengan berhaji, individu memenuhi panggilan Allah (Labbayka All humma Labbayk). Tema Islam da lam segala manifestasinya adalah gerak ganda: perhatian manusia kepada Tuhan dan perhatian Tuhan kepada manusia, tulis Garaudy.