REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tanggal 22 Februari 2013 merupakan hari yang sangat monumental bagi Kristin. Pada hari itu, saat ia berusia 21 tahun, sosok yang tengah kuliah di jurusan sejarah kuno tersebut mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya, yaitu berikrar syahadat dan menyatakan pengabdian terhadap Allah SWT.
Perkenalannya dengan Islam sebetulnya terbilang lama. Sejak peristiwa pengeboman WTC 9 September, ketika ia duduk di kelas 10 dan hingga kelas 12. Hanya saja, citra Islam yang ia tangkap sangat negatif. Ia menganggap Islam adalah agama yang menakutkan. Hingga pada tahun pertama kuliah, ia mendapatkan mata kuliah sejarah peradaban Barat.
Di situ ia baru tahu bahwa peradaban manusia sekarang didasari oleh tiga agama monoteistik dan kontribusi agama tersebut pada sejarah, pembangunan manusia, dan budaya.
Ia mulai menyadari bahwa Islam bukanlah agama barbar, seperti marak diberitakan oleh mayoritas media di negara Barat. “Islam ternyata sangat berbudaya dan lingkungannya sangat baik,” katanya.
Pada tahun-tahun selanjutnya, dalam perkuliahannya ia dihadapkan pada studi tentang agama dan berbagai pelatihan lanjutan tentang hal tersebut. Hingga akhirnya pada tahun ketiga di bangku perkuliahannya, ia berkesempatan untuk mengunjungi sebuah masjid lokal di daerah kampusnya, Al Zahra namanya. Di sana, ia dikenalkan dengan keindahan Islam dan ia pun merasa damai.
Ia pun kemudian membuka dirinya pada Islam. Akhirnya, ia mantap menentukan jalan hidupnya dalam Islam. “Muslim yang saya kenal selalu baik kepada saya,” ujarnya.