Kamis 03 Aug 2017 21:52 WIB

Pertobatan Malik bin Dinar

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Tobat/Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Tobat/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah ketakwaan dan kesalehan Malik bin Dinar sangat mengabadi di kalangan salaf, terutama para pegiat tasawuf. Ia terkenal dengan zuhud dan kehati-hatiannya (wara’). Pemilik nama lengkap Abu Yahya Malik bin Dinar al-Mashri tersebut juga piawai dalam ilmu agama.

Beberapa ulama tabiin dan generasi berikutnya banyak belajar dari sosok yang berprofesi sebagai pencatat buku itu. Tetapi, siapa sangka Malik bin Dinar yang saat ini menjadi teladan ketaatan tersebut, konon akrab dengan dunia hitam dan bergelimang dosa. 

Segala bentuk maksiat pernah ia lakoni semasa lajang, seperti mabuk, menzalimi orang, memakan riba, dan sebagainya. “Orang menjauhiku akibat nista yang aku jalani,” katanya mengenang kehidupannya yang kelam. 

Namun, kehidupan Malik berubah ketika tiba-tiba ia ingin menikah dan mendambakan anak. Ia pun lantas mewujudkan hasratnya itu, menikah dan memiliki momongan, seorang putri yang diberi nama Fatimah. “Aku sangat mencintainya,” ujarnya.

Kehadiran buah hati perlahan menyadarkan dan membangkitkan keimanan di hati Malik. Setiap kali bertambah besar, imannya pun meningkat dan maksiat di kalbunya berkurang. Fatimah memberikan perubahan besar dalam hidupnya. Malik kian dekat dengan Tuhan.

Suatu saat, Fatimah pernah melihatnya memegang segelas khamar maka anaknya tersebut mendekat kemudian menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajunya. Padahal, usianya belum genap dua tahun. “Allah SWT telah mengatur segalanya,” katanya.

Namun malang, Allah berkehendak lain. Satu tahun kemudian, tepat di usia tiga tahun, Fatimah diambil kembali oleh Sang Khaliq. Kematian buah hatinya itu menjadi pukulan telak bagi Malik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement