Senin 31 Jul 2017 16:00 WIB
Mengenal Sahabat Rasulullah

Azan Bilal Buat Warga Madinah Menangis

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
madinah
Foto: taufik rachman
madinah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat mendekati Ka'bah, Rasulullah SAW memerintahkan Bilal bin Rabah untuk menyeru kepada sekalian penduduk Makkah di sana. Kemudian, Bilal mengumandangkan azan.

Suaranya segera menggetarkan hati setiap orang Makkah. Orang-orang yang ada iman di dalam dadanya mengulang setiap lafaz azan yang sampai kepada mereka. Itulah pula tanda kemenangan Islam atas zaman Jahiliyah.

Masa-masa kemenangan terus berlanjut. Namun, Allah berkehendak lain. Beberapa tahun setelah penaklukan Makkah, kondisi fisik Rasulullah SAW mulai memburuk. Setelah haji wada', sakit Rasulullah SAW kian jelas.

Akhirnya, beliau menghembuskan napas terakhirnya. Seluruh kaum Muslim berdukacita. Bahkan, Umar bin Khaththab sempat mengingkari kepergian Rasulul lah SAW untuk selamanya. Hingga Abu Bakar menenangkannya.

Saat jasad Rasulullah SAW menjelang dimakamkan, Bilal bin Rabah berdiri untuk mengumandangkan azan. Tiba di lafaz, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, sua ranya terbata-bata. Kesedihan menguasai dirinya. Segenap kaum Muslim menangis. Sosok mulia yang teramat dicintai itu telah meninggal dunia.

Sebuah riwayat menyebutkan, Bilal bin Rabah semenjak wafatnya Rasulullah SAW hanya melakukan azan tiga hari. Sebab, setiap sampai pada lafaz, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, ia selalu tersungkur dan menangis. Siapa pun Muslim yang mendengar kannya juga akan turut terbawa suasana.

Terkenang lagi bagaimana saat-saat Rasulullah SAW masih ada di tengah kaum Muslim. Sedemikian sedihnya Bilal akan kehilangan Rasulullah, sampai-sampai dia sempat meminta izin kepada khalifah agar boleh pergi dari Madinah. Sebab, kenangan-kenangan akan tetap menghantuinya.

Sampailah hari ketika Rasulullah SAW mendatangi Bilal bin Rabah melalui mimpi. Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya, Wahai Bilal, mengapa engkau tidak pernah menjengukku lagi? Terhenyak. Begitu terbangun, Bilal bagaikan terpukul lantaran kata-kata Rasulullah SAW itu. Ia segera pulang ke Madinah.

Kedatangan Bilal bin Rabah diterima dua cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husain. Keduanya lantas meminta agar Bilal mengumandangkan azan begitu waktu shalat tiba. Inilah saat-saat yang teramat dirindukan segenap warga Madinah.

Kota itu seakan-akan diliputi ke bisuan. Hanya suara azan Bilal yang meng gema ke segala penjuru. Betapa ter kesimanya mereka karena merasa zaman kembali berputar, seperti ketika masih bersama Rasulullah SAW. Seluruh orang keluar dari rumah ma sing-masing. Tangis pun pecah mengi ringi usainya azan dari lisan Bilal bin Rabah.

Bagaimanapun, perasaan Bilal masih belum kuasa untuk tetap tinggal di Kota Nabi. Hanya beberapa hari di sana, Bilal bin Rabah pun pergi ke Damaskus.

Suatu saat, Umar bin Khattab melintasi wilayah Suriah. Di kota itu, sang khalifah bertemu dengan Bilal bin Rabah. Ia bersyukur menjumpai sosok yang lama meninggalkan Madinah itu dalam keadaan sehat. Satu permintaan dari Khalifah Umar, yakni agar Bilal mengu mandangkan azan.

Ia sungguh-sungguh merin dukan suara azan, sebagaimana di zaman Rasulullah SAW hidup. Tidak kuasa, Umar bin Khattab menangis lantaran mengingat kenangan-kenangan bersama Nabi SAW begitu mendengarkan lantunan azan dari lisan Bilal.

Sampai ajal menjemputnya, Bilal bin Rabah menetap di Damaskus. Ia wa fat pada 20 Hijriyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement