Ahad 23 Jul 2017 13:33 WIB

Hindari Bullying Anak dengan Tiga Cara Ini

Sekolah Guru Indonesia (SGI).
Foto: Dok Dompet Dhuafa
Sekolah Guru Indonesia (SGI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peranan keluarga (orang tua) dinilai sangat penting dalam perkembangan anak, terutama anak-anak pada usia  emas 0 sampai 6 tahun. Lingkungan yang disediakan oleh keluarga sangat berperan dalam pembentukan seorang anak.

Pakar parenting, Syafii, mengatakan perisakan (bullying) berhubungan erat dengan konsep diri yang buruk. "Baik pelaku maupun korban (mengizinkan dirinya terdampak oleh perisakan) biasanya memiliki konsep diri yg buruk. Maka pertama yang bisa dilakukan orang tua adalah memperbaiki konsep diri anak," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, baru-baru ini.

Tanamkan pada diri anak sikap menerima diri sendiri dan mensyukuri apapun yang ada pada dirinya. Baik terkait fisik, latar belakang ekonomi, suku, orang tua dan lain-lain. Syafii meminta orang tua mengingatkan anak agar tidak membanding-bandingkan dirinya dengan temannya. Pahamkan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing tugas orangtua menemukan bidang kelebihan anak dan melatihnya sampai menjadi ahli.

Kedua, latihlah anak agar memiliki kendali diri yang baik. Kendali diri yg baik akan mengontrol anak untuk tidak membalas atau meladeni perilaku bullying temannya. Ketiga, bangun sistem value (nilai) pada diri anak. Sistem value adalah sejumlah nilai yang bersumber dri ajaran agama (Islam) untuk dijadikan acuan dalam menentukan sikap. Dalam konteks ini, apakah produktif mengizinkan diri terdampak oleh perisakan. Jika sistem value anak terbangun dengan baik, maka anak akan mampu menentukan sikap terbaik untuk dirinya.

Menurut Syafii, peran orang tua terhadap anak yaitu sebagai tempat bertanya dan curhat yang nyaman bagi anak menjadi motivator yang senantiasa membangkitkan daya juang anak. "Ini juga menjadi pendidik yang menanamkan sistem value kepada anak hingga membuat kurikulum pendidikan keluarga di rumah," kata Syafii.

Prestasi anak-anak Indonesia dinilai tidak kalah jauh dengan negara-negara maju. Banyak prestasi yang ditorehkan dari juara olimpiade sains hingga olimpiade teknologi.

Namun di balik itu semua masih terdapat tantangan yang harus dihadapi yakni masalah pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengingat tidak semua wilayah di Indonesia dapat menjangkau infrakstruktur pendidikan dan kesehatan yang memadai.

Dompet Dhuafa sebagai garda terdepan dalam memajukan anak-anak Indonesia, mempunyai program yang selalu diserukan seperti Program Anak Indonesia Sehat (AIS) dan Program 1000 Akta Kelahiran bagi yatim dan dhuafa di seluruh Indonesia.

Program AIS merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kualitas kehidupan anak-anak di negeri ini. Program ini memastikan anak-anak di usia sekolah di Indonesia mendapatkan asupan gizi yang baik sehingga terus terjaga generasi penerus bangsa. Sementara itu, Program 1000 Akta Kelahiran bagi yatim dan dhuafa merupakan program untuk memudahkan ribuan anak-anak di Indonesia dalam mendapatkan akta kelahiran. Sekitar 48 persen dari jumlah anak-anak Indonesia belum memiliki akta kelahiran. Hal tersebut membuat mereka sulit mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan hak-hak mereka lainnya.

Berada dalam garis kemiskinan membuat anak-anak yatim dhuafa semakin sulit dalam membuat dan mendapatkan akta kelahiran. Terlebih, seringkali berkas-berkas persyaratan pembuatan akta kelahiran yang tidak lengkap. Walaupun pemerintah sudah mensosialisasikan pembebasan biaya dalam pembuatan akta kelahiran, namun fakta di lapangan masih terjadi pemungutan biaya.

Direktur Pendidikan Dompet Dhuafa, Rina Fatimah, mengatakan sudah hampir 13 tahun Dompet Dhuafa berpartisipasi sekaligus menyelenggarakan program-progam pendidikan. Tujuan utama dari proses pendidikan adalah melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas baik kompetensi maupun perilaku. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Dompet Dhuafa dalam mengelola program-program pendidikan selalu menempatkan pembinaan karakter menjadi aktivitas utama. Aktivitas pembinaan karakter yang diberikan disesuaikan dengan usia penerima manfaat.

Sekolah sebagai rumah kedua bagi anak-anak, tentunya diperlukan lingkungan sekolah yang positif untuk membantu tumbuh kembang anak. "Dompet Dhuafa melalui program sekolah literasi Indonesia melakukan pendampingan di beberapa sekolah mulai dari tingkat dasar hingga menengah, ada yang berbentuk formal maupun non-formal," ujarnya.

Dompet Dhuafa bersama sekolah merumuskan nilai-nilai baik yang akan diajarkan kepada peserta didik melalui proses pembiasaan sehingga nilai-nilai baik tersebut akan menjadi budaya sekolah. Budaya sekolah yang positif akan mengurangi tindakan perisakan yang terjadi dikalangan peserta didik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement