REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari terakhir viral di media sosial postingan tentang keputusan Majelis Adzikra pimpinan Ustadz Arifin Ilham untuk mengganti semua terjemahan Alquran Kementerian Agama dengan Terjemah Tafsiriyah hasil publikasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Penyebabnyam karena diduga terdapat 3.229 kesalahan penerjemahan. Disebutkan juga, kalau mengamalkan terjemahan Kementerian Agama akan menjadi teroris.
Menanggapi tuduhan bahwa terjemahan Alquran Kemenag memicu aksi terorisme, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama Muchlis M Hanafi mengatakan, hal itu terkesan mengada-ada. Dia mengatakan, faktor penyebab aksi terorisme tidaklah tunggal, tetapi melibatkan banyak faktor seperti sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Menurutnya, kesalahpahaman terhadap teks-teks keagamaan (Alquran dan hadis) adalah salah satunya. Namun, penyebabnya bukan terjemahan. Tetapi, lebih pada pemahaman terhadap teks-teks keagamaan secara parsial (sepotong-sepotong), sempit, dan sikap tidak terbuka terhadap berbagai perbedaan pandangan keagamaan.
“Seandainya tuduhan itu benar, tentu jumlah teroris akan lebih banyak dari yang ada sekarang, dan sudah muncul teroris dari dulu, bukan belakangan ini saja. Terjemahan Kemenag sudah ada sejak 1965. Mengapa teroris baru muncul belakangan ini saja, padahal dari dulu orang sudah gunakan terjemahan,” ucapnya.
Muchlis menegaskan, bahwa Kemenag terbuka menerima berbagai masukan dari masyarakat untuk penyempurnaan terjemahan Alquran. Sebelumnya, Kemenag juga pernah memberikan tanggapan balik terhadap masukan MMI, baik dalam bentuk publikasi media maupun secara langsung melalui dialog terbuka-terbatas.
“Bila Ustaz Arifin Ilham dan Majelis Adzikra ingin mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam, Kemenag siap memfasilitasi dialog antara ustad Arifin Ilham dengan para pakar Alquran yang saat ini sedang bekerja dalam tim penyempurnaan terjemahan Alquran,” tandasnya.