REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saingan Indonesia di industri pariwisata halal global saat ini tak cuma sesama negara mayoritas Muslim, tapi negara-negara non-Muslim. Negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Taiwan bisa jadi saingan tak terduga.
Ketua Tim Pengembangan dan Percepatan Wisata Halal Kementerian Pariwisata Riyanto Sofyan menjelaskan, saat ini dalam wisata halal dunia, saingan Indonesia bukan hanya negara Muslim, tapi juga negara-negara yang jumlah Muslimnya sedikit. Jepang dan Taiwan yang berkejaran peringkat dalam peringkat CrescentRating bisa jadi kuda hitam.
Dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2017 yang disusun CrescentRating dan MasterCard, Jepang berhasil unggul dari Taiwan dengan berada di peringkat enam dari peringkat delapan pada GMTI 2016 dengan skor 52,8 dari 49,1. Taiwan sendiri stabil berada di peringkat tujuh di GMTI 2017 dan GMTI 2016 meski skornya meningkat menjadi 52,4 dari 50,1. Sementara Spanyol melangkahi AS dan masuk ke peringkat sembilan GMTI 2017 dari peringkat 11 pada GMTI 2016 meski skor Spanyol stabil 48,8 dalam dua tahun belakangan.
Riyanto nilai, Jepang dan Taiwan luar biasa. Langkah kedua negara itu laik Indonesia contoh. Perkembangan industri halal Taiwan dimotori oleh Ketua Islamic Center di sana. ''Populasi Muslim di Taiwan di bawah tiga persen, tapi sangat dominan mewarnai wisata umum. Sehingga halal Taiwan itu mudah,'' kata Riyanto saat ditemui di Kantor Kementerian Pariwisata beberapa waktu, lalu.
Kalau bicara skor, Riyanto melihat skor Singapura relatif stabil. Masuknya Spanyol dalam 10 besar destinasi utama Muslim sangat fenomenal. ''Islamofobia sedang berkembang, pemerintahnya pun begitu. Tapi bicara industri dan warisan budaya, Spanyol termasuk negara dengan warisan Islam yang tinggi,'' kata Riyanto.
Alhambra dan Cordova jadi daya tarik sendiri di Spanyol. Di Malaysia International Halal Showcase (MIHAS) 2017, Spanyol juga ikut hadir. Menurut Riyanto, itu parameter wisata halal tengah naik.
Sayangnya Kebanyakan biro perjalanan Indonesia masih lebih banyak yang membawa wisatawan Indonesia berwisata halal ke luar negeri (outbound), belum sebaliknya (inbound).
Di MIHAS, Indonesia mendorong adanya Global Halal Travel Alliance agar pelaku industri bisa bersama-sama menjual paket dan bepromosi. Dengan begitu, Indonesia dan negara-negara sesama mayoritas Muslim mudah menemukan rekan negara tujuan. ''Ini yang kami promosikan agar jalan. Anggotanya bisa meluas ke semua negara OIC,'' ucap Riyanto.
Salah satu yang dibahas di sana adalah paket umrah plus, paket umrah lalu ke Maroko lalu ke Indonesia. Riyanto menyebut sudah ada perusahaan Timur Tengah yang berminat untuk itu.
Bersama paket umrah, biasa biro menggandengkan tujuan perjalanan ke Kairo, Spanyol, dan Turki. Pesawat yang kembali ke Indonesia setelah itu sebenarnya kosong dan bisa dimanfaatkan untuk membuat paket wisata inbound halal yang menarik dengan harga tiket murah.
Bila mau, banyak hal kecil yang menarik dan tidak biasa bagi wisatawan asing. ''Teman saya orang Inggris naik Garuda Indonesia dari London. Dia sempat menonton film Talak 3 di pesawat. Buat film itu menyentuh. Itu pengalaman yang tidak pernah ia jumpai di Inggris, tapi ada di Indonesia. Hal-hal itu yang seperti itu bisa jadi daya tarik, meski tentu harus yang lebih positif,'' kata Riyanto.
Di kawasan Asia Tenggara sendiri, Vietnam sedang naik daun. Banyak wisatawan Malaysia yang ke Vietnam. Indonesia harus berpikir bagaimana bisa menyaingi Vietnam.
Salah satunya paket gabungan Phuket-Langkawi-Sabang. ''Jadi coopetion, kooperasi dan kompetisi bersamaan. Ini bisa jalan karena saling menguntungkan, sebab bisa dijual oleh siapa saja sehingga bisa kita saling isi,'' ujar Riyanto.
Di sesama negara OIC sendiri, pangsa wisata halal baru 38 persen. Perlu kerja sama sehingga ada ta'awun (saling menolong) antar sesama negara Muslim.