Kamis 29 Jun 2017 18:29 WIB

Memastikan Setiap Detik adalah Kebaikan

Surga (ilustrasi)
Foto:

Ada sebuah hadis lain. Hadis yang cukup panjang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud RA. “Ada seseorang di antara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga,” ungkap Nabi SAW dalam sabdanya. “Sehingga, tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali hanya sehasta. Kemudian ia didahului ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka.”

“Ada di antara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka,” ujar Rasulullah SAW melanjutkan, “Sehingga jaraknya dengan neraka hanya tinggal sehasta. Kemudian ia didahului ketetapan Allah lalu mengamalkan perbuatan ahli surga, maka ia masuk surga.”

Tepat sudah. Betapa memulai sebuah pekerjaan dengan niat yang benar adalah penting karena niat menjadi pembeda apakah sesuatu itu bernilai ibadah atau bukan. Menjaga amal selepas niat juga penting karena kita mesti paham apakah tata caranya sudah digariskan syariat atau tidak. Namun, justru yang kadang terlewat, memastikan kesudahan dari sebuah amal tak kalah penting. Ia bahkan bisa menentukan apakah keseluruhan amalnya menjadi sia-sia atau bernilai tinggi. Hidup dinilai dari akhirnya.

Jika seseorang dalam pandangan manusia dicap telah menjadi ahli surga karena dekat dengan amal saleh, itu belumlah cukup. Jangan-jangan terselip kesombongan sehingga di akhir hayat lantas melakukan sebuah kemaksiatan. Maka, setitik kemaksiatan itu mengapus semua amalan saleh di mata manusia. Mengelu-elukan manusia harus proporsional, objektif, alih-alih mengultuskan.

Begitu juga jika seseorang begitu buruknya di mata manusia. Sehingga, ia dicap tak pantas menginjak surga karena kemaksiatan demi kemaksiatan. Namun, di akhir hayatnya ia mengamalkan amalan penduduk surga. Maka, laksana tobat nasuha yang menghapus dosa, bisa jadi ia melesat lebih tinggi menuju janahnya. Mengolok-olok manusia yang dicap buruk bukanlah tabiat yang baik. Karena, kita sama sekali tak pernah tahu bagaimanakah akhir kehidupan dari orang tersebut. Sekali lagi, hidup dinilai dari akhirnya.

Tugas kita sebagai hamba hanyalah satu, istiqamah. Kita harus memastikan betul di awal dalam niat, di tengah dalam amal, dan di akhir dalam ikhtiar, semua terjaga dalam koridor. Kematian memang ditakdirkan menjadi sebuah misteri. Hikmahnya, tidak ada alasan untuk tidak memastikan setiap detik yang kita lakukan adalah amal yang terbaik. Karena, bisa jadi detik tertentu adalah garis batas kehidupan kita dan kita ingin menjadi yang terbaik saat batas hidup sudah mencapai akhir. Kita ingin hidup yang dinilai dari akhirnya dalam akhir yang baik

sumber : Berbagai Sumber
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement