Oleh: Saepuloh, Dai Tidim LDNU
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai shalat Maghrib berjamaah di mushalla Al-Nahdhah, takbir langsung digaungkan dengan khidmat. Kata 'takbiran' tak lagi terasa Arabnya, ia sudah diserap menjadi bahasa Indonesia yang berarti pujian kepada Allah dengan menyerukan takbir.
"Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar dst...", Nada yang serasi dan gema yang harmoni dalam melafalkannya bisa membuat bulu kuduk merinding dan air mata menetes tanpa terasa. Semua kecil yang besar hanya Allah, tak ada yang berhak mendapatkan perhatian kecuali membesarkan nama-Nya.
Saya sendiri baru sampai Hong Kong dari Makau Pagi hari pukul 10.07, saya dijemput ustaz Razak, Ketua Tanfidziayah PCINU Hong Kong. Begitu turun dari taksi, saya diantar ke pertokoan untuk membeli koper baru, karena koper saya rusak rodanya.
"Setelah menawar, justru malah beliau yang membelikan" semoga Allah membalas kebaikannya. Saya sendiri tidak sempat menukar uang MOP atau patacas Makau. "Berarti antum nanti akan balik lagi" ucap mas Yudi yang biasa berkhidmah' di kantor istimewa ini.
Di Hong Kong para ibu sudah pada memasak untuk hari raya yang semua orang terasa berbahagia. Sebab sejak 9 Juni lalu sudah ada pengumuman dari Konsulat Jenderal Hong Kong. Ada yang memasak ketupat, dan berbagai jenis masakan ayam dan daging. Waktu saya tanya, memang dapat janur kuning dari mana "kita pesan ustadz dari Indonesia", kira kira tiga hari baru sampai.
Memang buat yang di tanah air amat mudah menemukan ketupat, tapi untuk di sini butuh usaha lebih. Mereka para BMI merasa ada yang kurang bila lebaran tak ditemani oleh makanan khas Nusantara itu. Di Makau pun demikian, para BMI nya memasak untuk menyambut hari kembali pada kesucian ini, sehingga takbiran hanya dilaksanakan di rumah saja. Selebihnya dilakukan di masjid Makau yang dikoordinir oleh jamaah asal Pakistan.
Takbiran di Hong Kong dilakukan di berbagai tempat, baik di masjid-masjid setempat maupun apartemen milik orang Indonesia, saya sendiri tak lepas dari mendengar denyut takbir di negeri ini. Ada yang melafalkan secara langsung, tak jarang yang menyetel audio ataupun YouTube untuk menyemarakkan malam takbiran di Hong Kong.
Sejak mendekati lebaran, semua berberes-beres dan membersihkan ruangan untuk menyambutnya. Walaupun diprediksi akan hujan deras di Hongkong, namun semangat untuk shalat idul Fitri terasa vibrasinya. "Tahun lalu juga hujan ustaz", tapi tak menyurutkan umat Islam untuk shalat yang hanya setahun sekali itu.
Menyadari makna takbir, ialah meyadari kebesaran Allah, jangan sampai perhatian kita lebih besar pada selain Allah. Adapun pernak-pernik, atribut dan segala tradisi serta budaya menyambut idul Fitri dimanfaatkan sejatinya sebagai wujud penghambatan, dan mengakui kebesaran-Nya serta upaya untuk saling menyambung tali silaturahim.
Idul Fitri ialah soal kebeningan hati, kebersihan jiwa serta mengembalikan fitrah manusia. Kita kembali ke pada sebuah titik bahwa tiada kekuatan daya upaya serta kekuasaan kecuali hanya milik Al-Kabir (Yang Maha Besar).
Takbir juga berarti kita kembali merajut dan menjalin hubungan yang bisa jadi tengah kusut atau sempat terkoyak. Ini adalah momentum sekaligus belajar dari makna takbir, sehingga yang besar hanya Allah, jangan ada lagi ego yang besar sehingga sulit memaafkan dan menyambung silaturahim. Kecilkan kesombongan, kecilkan gengsi, kecilkan keinginan untuk pamer dan besarkan segala hal yang bermanfaat buat sesama sebagaimana tugas kita menjadi khalifatullah.
Malam takbiran ini PCINU Hong Kong akan dipenuhi oleh jamaah bahkan disiapkan tempat untuk menginap karena ingin bersama sama shalat Ied besok di Victoria Park yang akan dipimpin langsung oleh KH. Abdul Mannan Abdul Ghani dari PBNU pusat. Mohon maaf lahir bathin. Semoga kita kembali pada kesucian yang hakiki dan bisa memaknai takbir sepanjang masa.