Jumat 23 Jun 2017 15:57 WIB

Wisata Halal, Konektivitas Udara Jangan Diabaikan

Konsultan penerbangan Farshal Hambali menjadi salah satu nara sumber Rembuk Republik bertemakan Kontribusi  Wisata Halal dalam Pembangunan Nasional.
Foto: Dok IITCF
Konsultan penerbangan Farshal Hambali menjadi salah satu nara sumber Rembuk Republik bertemakan Kontribusi Wisata Halal dalam Pembangunan Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fuji Pratiwi

Dengan kompetisi yang ketat dengan negara lain  termasuk kawasan Asia dan negara-negara anggota  Organisasi Kerja sama Islam (OIC), Indonesia tidak bisa  mengabaikan konektivitas udara dan layanan bandara  untuk unggul dalam wisata halal. Global Muslim Travel  Index (GMTI) yang menjadi acuan wisata halal  internasional menaruh konektivitas udara dan fasilitas bandara sebagai komponen penilaian daya saing.

Konektivitas udara dinilai penting dalam perencanaan perjalanan para wisatawan. Kriteria ini mulai dimasukkan dalam GMTI 2016 yang penilaiannya mengacu pada tingkat konektivitas destinasi di 30 pasar wisata Muslim.

Dalam GMTI terbaru pada 2017, peringkat Indonesia  membaik dari peringkat empat menjadi peringkat tiga di  antara negara-negara OIC setelah Malaysia dan Uni  Emirat Arab (UEA). Namun, dengan skor 45,6 untuk  konektivitas udara, posisi Indonesia masih belum bagus.  Dalam laporan yang yang sama, dua peringkat teratas  destinasi wisata halal utama dunia untuk kategori  negara-negara OIC, skor konektivitas udara Malaysia  67,4 dan UEA 100.

Dalam GMTI 2016 disebutkan, fasilitas bandara juga  perlu ramah terhadap pelancong Muslim mengingat  bandara melayani berbagai macam pelancong. Dengan  terus meningkatnya wisatawan Muslim, bandara laik  memerhatikan kebutuhan Muslim sebagai bagian  pengguna jasa. Ada tiga fasilitas utama yang dibutuhkan  wisatawan Muslim di bandara yakni tempat shalat,  tempat bersuci menggunakan air yang representatif, dan  makanan halal.

Konsultan maskapai penerbangan Farshal Hambali  mengatakan, dalam industri wisata, aksesibilitas jelas  penting, apalagi untuk daerah terpencil. Bukan hal aneh  bila pada otoritas wisata pusat dan daerah di luar negeri  terdapat petugas khusus konektivitas udara.

Saat ini, ada dua penerbangan asing yang sudah  memiliki rute penerbangan langsung ke Lombok yakni Air  Asia dan Silk Air. Air Asia terbang langsung dari Kuala  Lumpur tiap hari dan Silk Air terbang langsung dari  Singapura empat kali sepekan.

Kedua maskapai tersebut memiliki jaringan rute yang  cukup baik di Asia-Pasifik  namun tidak di kawasan Timur  Tengah. Untuk Lombok, alternatif konektivitas udara  untuk menarik wisatawan Timur Tengah dapat dilakukan lewat Bali (DPS) atau Jakarta (CGK).

Dengan sasaran originasi wisata halal Indonesia adalah  negara-negara Kawasan Teluk (GCC), semua pihak  harus aktif mengajak maskapai Timur Tengah dan Asia-Pasifik yang  terbang ke Bali untuk bisa masuk ke destinasi wisata  halal terdekat, Lombok.

"Semua komponen termasuk  otoritas transportasi udara harus terlibat aktif untuk  membawa maskapai-maskapai GCC ke Lombok. Apalagi  slot di Bandara Internasional Lombok masih luang,"  kata  Farshal dalam Rembuk Republik dengan tajuk Kontribusi  Wisata Halal dalam Pembangunan Nasional di Masjid  Hubbul Wathan, Islamic Center Mataram, NTB,  Kamis (8/6).

Diskusi panel yang diadakan dalam rangkaian Pesona Khazanah Ramadhan itu juga menampilkan nara sumber  Asisten Deputi Pengembangan Segmen Pasar Bisnis dan Pemerintah Kementerian Pariwisata Tazbir dan Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi.

Qatar Airways terbang ke Bali tiga kali sehari dan  Emirates sekali sehari ke Bali. Qatar Airways bisa menjadi mitra bagi pengembangan NTB sebagai destinasi halal. Jarak Bali dan Lombok dekat dan bisa dijangkau jalur laut. Tapi ke depan, konektivitas udara Bali ke Lombok harus dikembangkan. "Coba mulai pelan-pelan. Perlu juga disediakan insentif  untuk mereka," kata  Farshal.

Insentif ini penting agar maskapai-maskapai asing khususnya yang menjadi target pasar bisa terbang langsung. Insentif ini dapat berupa biaya pemasaran bersama atau diskon aneka biaya maskapai di  bandara. "Insentif itu jadi investasi terukur dan akan  tertutup dengan devisa yang masuk,"  kata Farshal yang juga salah seorang coach di IITCF.

Farshal mengatakan, Thailand sangat serius di wisata halal dua tahun ini. “Ada  sekitar 50 maskapai masuk ke Thailand dan dari sana  mereka kembangkan wisata halal,”  ujar Farshal Hambali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement