REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fuji Pratiwi
Dengan kompetisi yang ketat dengan negara lain termasuk kawasan Asia dan negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OIC), Indonesia tidak bisa mengabaikan konektivitas udara dan layanan bandara untuk unggul dalam wisata halal. Global Muslim Travel Index (GMTI) yang menjadi acuan wisata halal internasional menaruh konektivitas udara dan fasilitas bandara sebagai komponen penilaian daya saing.
Konektivitas udara dinilai penting dalam perencanaan perjalanan para wisatawan. Kriteria ini mulai dimasukkan dalam GMTI 2016 yang penilaiannya mengacu pada tingkat konektivitas destinasi di 30 pasar wisata Muslim.
Dalam GMTI terbaru pada 2017, peringkat Indonesia membaik dari peringkat empat menjadi peringkat tiga di antara negara-negara OIC setelah Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA). Namun, dengan skor 45,6 untuk konektivitas udara, posisi Indonesia masih belum bagus. Dalam laporan yang yang sama, dua peringkat teratas destinasi wisata halal utama dunia untuk kategori negara-negara OIC, skor konektivitas udara Malaysia 67,4 dan UEA 100.
Dalam GMTI 2016 disebutkan, fasilitas bandara juga perlu ramah terhadap pelancong Muslim mengingat bandara melayani berbagai macam pelancong. Dengan terus meningkatnya wisatawan Muslim, bandara laik memerhatikan kebutuhan Muslim sebagai bagian pengguna jasa. Ada tiga fasilitas utama yang dibutuhkan wisatawan Muslim di bandara yakni tempat shalat, tempat bersuci menggunakan air yang representatif, dan makanan halal.
Konsultan maskapai penerbangan Farshal Hambali mengatakan, dalam industri wisata, aksesibilitas jelas penting, apalagi untuk daerah terpencil. Bukan hal aneh bila pada otoritas wisata pusat dan daerah di luar negeri terdapat petugas khusus konektivitas udara.
Saat ini, ada dua penerbangan asing yang sudah memiliki rute penerbangan langsung ke Lombok yakni Air Asia dan Silk Air. Air Asia terbang langsung dari Kuala Lumpur tiap hari dan Silk Air terbang langsung dari Singapura empat kali sepekan.
Kedua maskapai tersebut memiliki jaringan rute yang cukup baik di Asia-Pasifik namun tidak di kawasan Timur Tengah. Untuk Lombok, alternatif konektivitas udara untuk menarik wisatawan Timur Tengah dapat dilakukan lewat Bali (DPS) atau Jakarta (CGK).
Dengan sasaran originasi wisata halal Indonesia adalah negara-negara Kawasan Teluk (GCC), semua pihak harus aktif mengajak maskapai Timur Tengah dan Asia-Pasifik yang terbang ke Bali untuk bisa masuk ke destinasi wisata halal terdekat, Lombok.
"Semua komponen termasuk otoritas transportasi udara harus terlibat aktif untuk membawa maskapai-maskapai GCC ke Lombok. Apalagi slot di Bandara Internasional Lombok masih luang," kata Farshal dalam Rembuk Republik dengan tajuk Kontribusi Wisata Halal dalam Pembangunan Nasional di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center Mataram, NTB, Kamis (8/6).
Diskusi panel yang diadakan dalam rangkaian Pesona Khazanah Ramadhan itu juga menampilkan nara sumber Asisten Deputi Pengembangan Segmen Pasar Bisnis dan Pemerintah Kementerian Pariwisata Tazbir dan Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi.
Qatar Airways terbang ke Bali tiga kali sehari dan Emirates sekali sehari ke Bali. Qatar Airways bisa menjadi mitra bagi pengembangan NTB sebagai destinasi halal. Jarak Bali dan Lombok dekat dan bisa dijangkau jalur laut. Tapi ke depan, konektivitas udara Bali ke Lombok harus dikembangkan. "Coba mulai pelan-pelan. Perlu juga disediakan insentif untuk mereka," kata Farshal.
Insentif ini penting agar maskapai-maskapai asing khususnya yang menjadi target pasar bisa terbang langsung. Insentif ini dapat berupa biaya pemasaran bersama atau diskon aneka biaya maskapai di bandara. "Insentif itu jadi investasi terukur dan akan tertutup dengan devisa yang masuk," kata Farshal yang juga salah seorang coach di IITCF.
Farshal mengatakan, Thailand sangat serius di wisata halal dua tahun ini. “Ada sekitar 50 maskapai masuk ke Thailand dan dari sana mereka kembangkan wisata halal,” ujar Farshal Hambali.