REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Charles Orr muak. Hidup di tengah masyarakat Inggris yang penuh kepalsuan. Sehari-hari, mereka seperti diperbudak kapitalisme yang penuh manipulasi. Ia pun berpikir, ada sesuatu yang salah. Namun, dia tidak tahu pasti apa itu.
Ada yang hilang dalam dirinya. Dia tidak sadar akan hal itu. Karenanya, pria yang berprofesi sebagai arsitek ini berusaha mencari apa sebenarnya yang hilang dalam dirinya. Mengapa terasa ada lubang di dalam hatinya.
Hingga suatu hari, di awal usianya yang ke-40 tahun, Allah membantunya untuk memahami apa sebenarnya yang dia cari, apa yang dia butuhkan. Allah menuntunnya untuk berkenalan dengan komunitas Muslim yang dipimpin Syekh Abdal Qadir as-Sufi al-Murabit. Syekh Abdal Qadir, semula bernama Ian Dallas, lahir di Ayr, Skotlandia, pada 1930.
Ia memeluk Islam pada awal 1960-an dengan mengucap syahadat di Masjid Al-Qarawiyyin, Fes, Maroko. Sejak itu, dia memprakarsai pengembangan komunitas-komunitas Muslim di jantung peradaban Barat, khususnya di Eropa.
"Saya melihat komunitas tersebut memiliki pandangan yang sama sekali berbeda dengan kebanyakan orang yang berada dalam kekuasaan kapitalisme sebagaimana yang saya temui dalam hidup saya," ujar pria yang lahir di Belfast, Irlandia, pada 1940 ini. Mereka memiliki cara pandang yang rasional tentang bagaimana sebuah ekonomi harus dijalankan. Bagaimana seharusnya seorang manusia memberikan nilai dalam kehidupannya.
Bukan lagi soal bagaimana cara menjadi kaya atau terkenal. Tidak semata-mata tentang dunia, tapi lebih jauh di luar itu. "Mereka memberikan alternatif pandangan dalam hidup saya dan entah bagaimana saya menyetujuinya. Saya merasa ini kebenaran yang saya cari," ujar pria yang menyelesaikan pascasarjananya di bidang arsitektur di University of Wales, London, itu. Tertarik akan hal itu, Charles menetap selama tiga bulan bersama komunitas itu.